Wednesday 13 June 2018

FILSAFAT ILMU TENTANG “REVOLUSI SAINS”


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              MAKALAH FILSAFAT ILMU
TENTANG “REVOLUSI SAINS”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu

DOSEN PENGAMPU :
Moch. Muwaffiqillah, S.IP, M.Fil.I


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2016/2017
KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Revolusi Sains”.
            Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah yang terang benderang.
            Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “Filsafat Ilmu” sesuai dengan tema kami angkat kami telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritikan dan saran yang membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
            Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin...



Kediri, 06 Desember 2017


Penyusun





DAFTAR ISI

            1.1 Latar Belakang. 1
            1.2 Rumusan Masalah. 1
            1.3 Tujuan Penulisan. 1
            2.1 Biografi Thomas S. Kuhn. 2
            2.2 Metode Ilmiah Thomas S. Kuhn. 2
            2.3 Paradigma Saintifik. 3
            2.4 Sejarah Revolusi Sains. 6
            3.1 Kesimpulan. 9
            3.2 Saran. 9









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada perkembangan filsafat ilmu  dalam memahami beberapa kerangka teori keilmuwan dan paradigma keilmuwan,  terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena hasil pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu. Istilah paradigma menjadi begitu popular setelah diperkenalkan oleh tokoh filsafat terkenal Thomas S. Kuhn melalui bukunya The Structure of Scientific Revolution, University of ChicagoPress, Chicago,1962 yang membahas mengenai Filsafat Sains. Dalam buku tersebut juga mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah terjadi secara kumulatif melainkan terjadi secara relatif. Model perkembangan ilmu pengetahuan menurut Kuhn adalah: Paradigma I(Normal Science,Anomalies &Crisis,Revolusi).
Khun menjelaskan bahwa Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,prinsip dasar atau memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu tertentu. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fundamental tentang konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami perlu merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1.      Siapakah Thomas S. Kuhn ?
2.      Bagaimana metode ilmiah Thomas S. Kuhn ?
3.      Apa yang dimaksud dengan paradigma saintifik ?
4.      Bagaimana sejarah revolusi sains ?
5.      Bagaimana Paradigma dan Revolusi dalam Wacana Pendidikan ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Siapakah Thomas S. Kuhn
2.      Untuk mengetahui metode ilmiah Thomas S. Kuhn
3.      Untuk mengetahui sejarah revolusi sains
4.      Untuk mengetahui pemikiran  dan tahapan proses Teori Revolusi Paradigma Thomas S. Kuhn
5.      Untuk mengetahui Paradigma dan Revolusi dalam Wacana Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Thomas S. Kuhn
Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati, Oiho, Amerika Serikat. Thomas Kuhn merupakan filsuf pada era abad ke-20. Pada tahun 1949 Kuhn mendapat gelar Ph.D dalam bidang ilmu fisika di Havard University. Di universitas Harvad, ia diangkat menjadi asisten dosen bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Kemudian pada tahun 1956, Kuhn mendapat tawaran menjadi dosen sejarah sains di Universitas California.[1] Tahun 1964, ia mendapat gelar Guru Besar dari Princenton University dalam bidang sains dan filsafat. Selanjutnya, tahun 1983 ia dianugerahi sebagai professor dari Massachusetts Institude of University.
Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Thomas Khun ialah salah seorang filsuf sains yang menekankan pentingnya sejarah sains dalam perkembangan sains.[2] Khun merupakan tokoh yang beraliran analitis, minat utama pemikirannya terletak pada filsafat sains, dan ia memiliki gagasan utama yaitu pergeseran paradigma. Pemikiran dari Thomas Kuhn dipengaruhi oleh beberapa tokoh, antara lain : Immanuel Kant, Alexandre Koyre, Michael Polanyl, J.H.V. Vieck Gaston Bachelard, Jean Piaget, Bertrand Russell, dan Karl Popper. Pemikirannya tentang filsafat sains mempengaruhi tokoh-tokoh yang muncul berikutnya, seperti Paul Feyerabend, Imre Lakatos, dan Richard Rorty. Thomas Kuhn meninggal dunia pada tanggal 17 Juni 1996 (umur 73 tahun) di Cambridge, Messachusetts karena menderita penyakit kanker selama beberapa tahun sebelumnya. Adapun karya dari Thomas Kuhn yang sangat popular yaitu The Structure of Scientific Revolutions. Buku ini telah diterjemahkan dalam 16 bahasa yang kemudian menjadi sebuah buku yang direkomendasikan menjadi bahan bacaan dalam proses pembelajaran.[3]
B.     Metode Ilmiah Thomas S. Kuhn
Thomas Kuhn adalah seorang filsuf sains yang menekankan pentingnya sejarah sains dalam perkembangan sains. Dengan sejarah sains ilmuwan akan memahami kenyataan sains dan aktifitas sains yang sesungguhnya. Namun demikian ia tidak sependapat dengan pandangan yang mengemukakan bahwa perkembangan sains bersifat evousioner dalam mendekati kebenaran, dalam ati perkembangan sains itu bersifat akumulatif. Hal ini terjadi karena bagi Thomas Kuhn perkembangan itu bersifat tidak sinambung dan tidak dapat diperbandingkan antara satu teori dengan teori lainnya.
Thomas Kuhn berpendapat bahwa perkembangan sains bersifat revolusioner karena bagi Kuhn sejarah itu bersifat tidak sinambung dan perkembangan sains ditandai dengan lompatan-lompatan revolusi ilmiah.
Revolusi ilmiah merupakan proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru. Dengan perubahan paradigma ini, cara pandang ilmuwan dalam menentukan masalah , menetapkan metode dan teknik, dan penarikan kesimpulan terhadap kenyataan alam akan berbeda dari sebelumnya. Revolusi ilmiah terjadi karena adanya persepsi ilmuwan terhadap kekurangan paradigma yang dianutnya dalam memecahkan masalah realitas alam. Semua ilmu menggunakan paradigma tertentu yang diyakini dapat membantu memecahkan masalah alamiah.
Saat ini ilmuwan menjadikan paradigma sebagai pedoman dalam melakukan aktifitas ilmiahnya. Namun demikian, dalam perkembangannya mereka menemukan anomaly sehingga timbul krisis kepercayaan ilmuwan terhadap valditas paradigma yang dipercaya. Karena itu para ilmuwan mencari paradigma baru yang dapat membantu aktifitas yang lebih memadai dari paradigma seebelumnya.Setelah melalui kompetisi berbagai paradigma kemudian diperoleh satu paradigma sebagai kesepakatan ilmuwan untuk dipakai dalam kerja ilmiahnya. Proses revolusi intelektual dan sains menurut Kuhn bersifat revolusioner. Revolusi ilmiah merupakan proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru dalam dari para ilmuwan, dan proses terjadinya revolusi ilmiah bermula dari digunakannya suatu paradigma dalam masa sains normal.
Kemudian dalam kenyataan terdapat anomaly yang merupakan kesenjangan antara paradigma yang berlaku dan fenomena. Dengan menumpuknya anomaly, kemudian timbul krisis yangmengakibatkan para ilmuwan meninggalkan paradigma baru yang disepakati para ilmuwan.[4]
C.    Paradigma Saintifik
Salah satu yang menjadi konsep sentral dalam kajian Kuhn terhadap sejarah perkembangan ilmu pengetahuan adalah paradigma.[5] Namun sayangnya, Kuhn tidak menguraikan dengan begitu jelas apa yang dimaksud dengan paradigma. Menurut Margaret Masterman, Kuhn menggunakan konsep paradigma tersebut sekurang-kurangnya dalam dua puluh satu cara yang berbeda-beda. Secara harfiah, istilah paradigma sebenarnya berasal dari bahasa Yunani; para yang berarti di samping atau di sebelah dan diegma/dekynai yang berarti memperlihatkan, yakni model, contoh, arketipe, atau ideal. Dari makna tekstual ini, paradigma memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1.      Cara memandang sesuatu
2.      Dalam ilmu pengetahuan: model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomen yang dipandang, dijelaskan
3.      Totalitas premis-premis teoretis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret. Dan ini melekat di dalam praktik ilmiah pada tahap tertentu.
4.      Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.[6]
Konsep paradigma tersebut semakin menemukan momentumnya dalam sentuhan Kuhn yang menjadi semacam kacamata bagi para ilmuwan dalam melakukan penjelajahan saintifiknya. Meskipun Kuhn tidak mendefinisikan paradigma secara ketat dan baku, paradigma juga dapat membantu untuk membedakan antara satu komunitas ilmiah tertentu dari komunitas yang lain. Paradigma dapat digunakan untuk membedakan antara komunitas ilmiah fisika dari kimia atau sosiologi dari psikologi. Masing-masing bidang ini mempunyai paradigma yang berlainan. Paradigma pun dapat digunakan untuk membedakan antara periode historis yang berlainan dalam perkembangan ilmu tertentu. Paradigma mendominasi fisika awal abad ke-20.
George Ritzer menurunkan pengertian paradigma Kuhn sebagai gambaran fundamental mengenai masalah pokok dalam ilmu tertentu. Paradigma membantu dalam menentukan apa yang mesti dikaji, pertanyaan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh. Paradigma adalah unit konsensus terluas dalam bidang ilmu tertentu dan membantu membedakan satu komunitas ilmiah (atau subkomunitas) tertentu dari komunitas ilmiah yang lain. Paradigma menggolongkan, menetapkan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrumen yang ada didalamnya.
Dari berbagai varian definisi paradigma di atas, meskipun setiap paradigma dapat menyuplai wawasan-wawasan, juga dapat menjadi sesuatu yang membutakan: paradigma mengatur kita untuk melihat beberapa hal dan sekaligus juga menghindarkan kita dari hal-hal lain.[7] Di sini, paradigma menjadi cara kita melihat dunia, the way we see the world. Karena itulah, kita tidak pernah bisa menanggalkan subjektivitas kita dalam memandang dunia; we see the world, not as it is, but as we are, kita melihat dunia, bukan sebagaimana dunia adanya, melainkan sebagaimana kita adanya, sebagaimana siapa kita sebenarnya.
Konsekuensinya, Kuhn menentang klaim bahwa ilmu pengetahuan mengumpulkan pengetahuan dengan cara yang sepenuhnya objektif, hanya berhubungan dengan fakta-fakta dan menyingkirkan penilaian. Argumentasinya adalah bahwa produksi kebenaran ilmiah selalu dipengaruhi oleh gaya dan tren, oleh politik dan digunakannya kekuasaan, dan pilihan tentang apa yang seharusnya diketahui dan apa yang seharusnya tidak, sama seperti bentuk-bentuk dari produksi manusia. Tentu saja, daya tarik ilmu pengetahuan bagi proyek modernitas adalah klaimnya yang berbeda dari bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, hanya berkaitan dengan fakta-fakta, memberikan bukti yang dapat didemonstrasikan, dan memberikan kemampuan bagi pengetahuan tertentu. Sebagai akibatnya, argumen Kuhn merepresentasi pembinasaan besar-besaran landasan teoritis modernis yang selama ini mapan.
Ia mengklaim bahwa suatu kajian tentang sejarah ilmu-ilmu alamiah menunjukkan bagaimana suatu proses seleksi yang berbasis-nilai selalu terjadi-bahwasanya ilmuwan tidak hanya harus memilih fenomena mana yang harus diteliti, tetapi juga mereka juga harus memilih suatu pendekatan teoritis untuk melakukan penelitian tersebut. Selanjutnya, kata Kuhn, pilihan-pilihan ini selalu dilakukan dalam konteks-konteks sosial; selalu ada pengaruh-pengaruh sosial dan politik yang memengaruhi bagaimana ilmuwan melaksanakan pekerjaan mereka. Ia menguraikan hal ini dengan argumen bahwa setiap pengetahuan ilmiah diproduksi dari dalam suatu tradisi tertentu, atau yang disebut paradigma, yang menentukan penelitian apa yang dilakukan dan bagaimana dilaksanakan. Ilmuwan niscaya termasuk dalam salah satu dari tradisi ini; karya ilmiah selalu terjadi dalam salah satu paradigma.
Sejarah suatu ilmu pengetahuan adalah sejarah bangun dan jatuhnya paradigma-paradigma. Untuk suatu masa mungkin hanya satu paradigma yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan dari pusat panggung. Pada masa seperti itu, karya ilmiah mengambil bentuk yang disebut Kuhn sebagai “ilmu normal”; hampir semua karya ilmuwan bekerja di dalam paradigma dominan itu, dan cara pandang yang berbeda dalam memandang dunia dianggap aneh. Dalam hal ini, paradigma dominan menjalankan kekuasaan dan melestarikan dominasi itu sebagai ‘dogma’.[8]
D.    Sejarah Revolusi Sains
Dalam analisis Kuhn, pada fase paradigma setiap fenomena alam selalu ditafsirkan melalui kumpulan kepercayaan teoretis dan metodologis yang saling berjalin. Jika sekumpulan kepercayaan itu belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok di luar, barang kali oleh metafisika pada saat itu, oleh sains yang lain, atau oleh kejadian personal dan historis.[9]
Fase paradigma bisa dilihat dari era klasik hingga akhir abad ke-17 dimana tidak ada periode yang memperlihatkan suatu pandangan tersendiri yang diterima secara umum. Sebaliknya ada sejumlah aliran dan subaliran yang bersaingan, kebanyakan diantara mereka mendukung satu sama lain varian teori Epicuros, teori Aristoteles, atau teori Plato. Setiap aliran yang bersesuaian memperoleh kekuatan dari hubungannya dengan metafisika tertentu, dan masing-masing menekankan, seperti pengamatan paradigma, kelompok gejala optis tertentu yang paling baik diterangkan oleh teorinya sendiri. Pengamatan-pengamatan yang lain ditangani dengan uraian khusus yang panjang lebar, atau dibiarkan menjadi masalah yang belum selesai bagi riset selanjutnya.
Baru kemudian pada abad ke-18, melalui karya Benjamin Franklin dan penerusnya, muncul suatu teori yang dapat menerangkan sesuatu seperti kemudahan yang sama bagi hampir semua afek ini dan bahwa karena itu dapat dan memang menghasilkan generasi elektrisian berikutnya dengan paradigma bersama bagi risetnya. Menurut Kuhn, supaya diterima sebagai paradigma, sebuah teori memang harus tampak lebih baik daripada saingannya, tetapi tidak perlu dan memang tidak pernahmenerangkan semua fakta yang dapat dihadapkan kepadanya.
Dari sinilah kemudian fase praparadigma memasuki tahapan paradigma awal. Proses munculnya suatu paradigma adalah melalui proses kompetisi antara berbagai macam teori yang pernah muncul. Hanya teori yang terbaik saja yang akan dapat diterima sebagai suatu paradigma oleh komunitas ilmiah. Suatu paradigma yang telah disepakati oleh komunitas ilmiah, karena keunggulannya dalam menyelesaikan problem ilmiah, akan menjadi fondasi bagi munculnya normal science. Normal science terdiri dari suatu paradigma saja. Karena apabila terdiri dari banyak paradigma, akan berakibat tumpang tindih dan tidak menjadi normal science lagi.
Menurut Kuhn, sejarah membuktikan bahwa tidak ada suatu paradigma yang sempurna menjawab semua problem ilmiah. Problem-problem ilmiah yang tidak mampu diselesaikan oleh suatu paradigma oleh Kuhn disebut dengan anomaly. Jadi, menurut Kuhn, anomaly appears only againts the background provide by the paradigm. Anomali muncul karena paradigma lama telah tidak mampu lagi menjawab problem-problem ilmiah yang muncul belakangan.
Seiring dengan perkembangan fakta inilah, problem yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma itu semakin menumpuk. Tumpukan anomali ini akhirnya berwujud menjadi sebuah krisis. Krisis adalah suatu fase dimana old-normal science yang dilandasi oleh old paradigm telah sempoyongan dalam menyelesaikan problem ilmiah baru.
Pada abad ke 16 rekan kerja copernicus, Domenico Da Novara, berpendapat bahwa tidak ada sistem yang begitu tidk praktis dan tidak cermat seperti yang dikemudian terjadi dengan sistem Ptolemaeus jika itu mungkin benar sistem alam. Pada sekitar awal abad ke 16 semakin banyak astronom Eropa terbaik yang mengakui bahwa paradigma astronomi itu tidak berhasil diterapkan pada masalah-masalah tradisionalnya sendiri. Lalu pada abad ke 19 muncul teori relativitas. Salah satua akar krisis dapat ditelusuri sampai kepada akhir abad ke 17 ketika sejumlah filosof kealaman, terutama sekali Leibniz, mengkritik versi yang diutakhirkan dari konsepsi klasik tentang ruang absolut yang dipertahankan oleh newton.
Teori sains atau paradigma lama ditinggalkan bukan karena kurang ilmiah dibandingan yang baru, melainkan karena dianggap tidak sesuai lagi untuk memecahkan masalah. Istilah yang dipakai oleh Khun untuk menyebut ketidak rasionalan ini adalah incommensurable atau incommensurability. Proses dari normal sains lama hingga munculnya norma sains baru, kemudian disusul norma sains yang lebih baru lagi, daan seterusnya dipahami oleh Khun yang tak pernah berakhir dan inilah yang menghasilkan perkembangan ilmiah (sceintific progress).[10] Dengan demikian perkembangan ilmiah menurut Khun tidak berjalan akumulatif-evolusioner, tapi non akumulatifrevolusioner. Alasan Khun adalah bahwa perubahan paradigma lama ke paradigma baru atau dari normal sains lama ke normal sains baru berlangsung secara radikal, yang satu mematikan yang lain.
Paradigma lama, setelah tidak mampu digantiakan oleh paradigma baru yang sama sekali berbeda dari paradigma lama (incommensurable).[11] Normal sains lama setelah sempoyongan diambil alih oleh normal sains baru yang lama mati, karena munculnya yang baru, jadi bukan yang lama membimbing yang baru tapi yang lama  “ditendang” oleh yang baru. Inilah yang disebut oleh Khun dengan The Scientific Revolution.

E.     Paradigma dan Revolusi dalam Wacana Pendidikan
Yang penulis maksud dengan wacana pendidikan di sini bukan masalah pendidikan secara makro, atau sistem kelembagaan pendidikan secara luas, tetapi lebih terfokus pada teori belajar yang diinspirasikan oleh paradigma dan revolusi sains. Istilah paradigma identik dengan “skema” dalam teori belajar. Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema ini akan beradaptasi dan berubah seiring perkembangan mental anak. Perubahan skema ini bisa mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru yang tidak sesuai dengan skema yang ada (data anomali), ada kalanya seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang ia miliki. Pengalaman yang baru ini bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan paradigma yang ada. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan mengadakan akomodasi, yaitu membentuk skema baru yang dapat sesuai dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga sesuai dengan data anomali itu. Inilah yang disebut revolusi skema.[12]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kuhn mengingatkan kita bahwa ada soal penelitian dalam rasionalitas ilmiah itu yang sebetulnya sangat ambigu. Ilmu pengetahuan di dunia berkaitan dengan paradigma. Cara ilmuwan memandang dunia menentukan dunia macam apa yang dilihatnya itu. Jadi pengetahuan ilmiah sama sekali bukanlah jiplakan atau foto kopi realitas, melainkan realitas hasil konstruksi manusia. Dan bahwa paradigma yang mendasari konstruksi itu diterima oleh komunitas para ilmuwan, bukan karena ilmuwan itu tahu bahwa itu benar, melainkan karena mereka percaya bahwa itu yang terbaik, yang paling menjanjikan bila digunakan dalam riset-riset selanjutnya.
Kuhn telah berjasa besar, terutama dalam mendobrak citra filsafat ilmu sebagai logika ilmu, dan mengangkat citra bahwa ilmu adalah suatu kenyataan yang punya kebenaran seakan-akan sui-generis, obyektif. Di samping itu teori yang dibangun Kuhn mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang-bidang keilmuan yang beraneka ragam. Selama lebih dari dua dekade, gagasan Kuhn tentang paradigma menjadi bahan diskusi dalam wacana intelektual, sejumlah kajian kritis, baik yang mendukung maupun yang menentang, berkembang dalam berbagai kancah disiplin keilmuan, hampir semua cabang keilmuan menyampaikan respon lewat berbagai versi yang dianggap cukup mewakili nuansa pemikiran yang selama ini berkembang dalam disiplin ilmu masing-masing. Paradigma sebagai kosa kata, menjadi wacana tersendiri, baik pada level teori maupun praksis. Kata tersebut seolah menjadi sesuatu yang hidup, tumbuh dan berkembang.
B.     Saran
Sebagai seorang mahasiswa yang mempelajari filsafat ilmu, penting untuk mengetahui teori-teori dan metode ilmiah pemikiran para tokoh agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kefilsafatan. Makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA

Moh. Muslih. 2010. Filsafat Ilmu (Yogyakarta:Penerbit)
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi Kearah Pahaman Filsafat Ilmu (Jakarta:Kencana)
Drs. Rizal Mustansyir M.Hum dan Drs. Misnal Munir M.Hum. 2012. Filsafat Ilmu (Yogyakarta:Pustaka Jaya)
Prof.Dr.Mukhtar Latif, M.Pd. 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu (Jakarta:Kencana)
Sr. Zaprulkhan, M.S.I. 2016. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada)
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama)
Macrone, Michael. 2008. 80 Ide Hebat yang Mengubah Dunia, Terj. M. Kahfi (Yogyakarta:Pustaka Baca)
Pip Jones. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial, Terj. Achmad Fedyani Saifudin (Jakarta:Obor)
Thomas S. Kuhn. 2002. The Structure of Scientific Revolutions, Terj. Tjun Surjaman (Bandung:Rosda Karya)


 


[1] Moh. Muslih, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:Penerbit Belukar, 2010) Cet.6. Hlm. 125
[2] Mukhtar Latif, Orientasi Kearah Pahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta:Kencana, 2014) hlm 138-139
[3] Drs. Rizal Mustansyir M.Hum dan Drs. Misnal Munir M.Hum, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:Pustaka Jaya, 2012), hlm 125
[4] Prof.Dr.Mukhtar Latif, M.Pd,Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu,(Jakarta:Kencana,2014),hlm.138
[5] Sr. Zaprulkhan, M.S.I, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2016) Cet.2. Hlm. 155
[6] Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002), Hlm. 779
[7] Michael Macrone, 80 Ide Hebat yang Mengubah Dunia, Terj. M. Kahfi (Yogyakarta:Pustaka Baca, 2008) Hlm. 147
[8] Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial, Terj. Achmad Fedyani Saifudin (Jakarta:Obor, 2009) Hlm 207-208
[9] Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Terj. Tjun Surjaman (Bandung:Rosda Karya, 2002) Hlm. 16
[10] Muhyar Fanani, Pudarnya Pesona Ilmu Agama, op.cit., hlm. 31
[11] Ibid., hlm. 33
[12] Peterl. Berger, Langit Suci (Agama sebagai kreatifitas Sosial). LP3S Jakarta 1991

No comments:

Post a Comment