Sebuah pertanyaan yang akan membuat resah hati penerima Bidikmisi sebenarnya tidak bersumber dari artikel Mojok yang berjudul “Sudah Tajir Kok Cari Beasiswa Bidikmisi, Kemaruk Amat Kayak Fir’aun”. Artikel ini justru adalah ekspresi militan salah seorang penerima Bidikmisi yang amat peduli dengan kemurnian beasiswanya, yakni Bidikmisi. Dan artikel ini harus kita apresiasi.
Tapi yang membuat salah, justru persepsi pembacanya yang bisa menjurus pada sebuah anggapan bahwa Bidikmisi cenderung tidak menampung mahasiswa yang kurang mampu, tidak lagi murni dengan hadirnya pelanggaran-pelanggaran di atas, tidak transparan dalam penerimaan, sehingga ada yang terindikasi kaya, dan mungkin dalam jumlah banyak, mendapatkan justifikasi, sehingga menimbulkan rasa kecemburuan di eksternal Bidikmisi itu sendiri.
Apa sebenarnya yang terjadi ? Secara perlahan kami akan mencoba mendedahkan duduk persoalannya, karena kasus ini tidak sesederhana seperti yang di persepsikan.
Pertama-tama, untuk tidak membantah. Memang sistem penerimaan Bidikmisi di semua kampus masih rawan pemalsuaan. Bisa bocor. Tapi sejauh ini. Mayoritas penerima Bidikmisi adalah orang yang berhak. Maksud mayoritas di sini bukan sebatas prosentase 50% +1 saja, melainkan di atas angka 95% persen, dengan sisanya prakiraan sekitar 5%, bisa kita katagorikan sebagai penerima bias, yang bisa di cemburui oleh mahasiswa reguler non Bidikmisi. Namun, bukan berarti yang 5% ini tidak layak menerima Bidikmisi. Karena legal standing, proses pendaftaran hingga verifikasi berlangsung tidak semata dari kampus saja, melainkan melibatkan pihak sekolah asal, bahkan hingga penyelenggara pemerintahan desa yang mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Mampu bagi warganya. Jadi apabila ada konteks pemalsuan data soal standart miskin, orang kaya mendapatkan Bidikmisi. Jelasnya, ini adalah proyek yang amat kita renungi, karena jelas ada proses yang salah di sekolahan sehingga keluar kartu Bidikmisi, atau di pihak Desa/Kelurahan karena keluar surat sakti SKTM itu sendiri.
Lantas mungkin akan ada yang bertanya : Kenapa tidak di survey satu persatu saja ? Memang benar, bahwa tidak semua calon penerima Bidikmisi di survey. Ada alasan kenapa tidak di survey, salah satunya ialah karena tim kemahasiswaan terbatas. Mereka juga bukan bekerja khusus untuk Bidikmisi. Kalau anda tahu, hajatan penerimaan dan verifikasi data mahasiswa Bidikmisi bukanlah hal kecil. Di kampus kami dulu, penyelenggaraan seleksi ini, melibatkan kepanitiaan mahasiswa yang terdiri dari lebih dari formasi 50 orang yang mendampingi sekitar 10 orang staf penuh yang dimiliki Kemahasiswaan. Dan mahasiswa itu di kerahkan untuk pula mengawasi para calon penerima, kedatangannya di antar dengan mobil atau jalan kaki dari kos-kosan. Sistem intelegen yang rahasia juga di lakukan. Dan sumber daya yang lebih besar, waktu yang lebih lama jelas bukan menjadi pilihan utama, kalau harus di adakan survey satu persatu bagi calon penerimanya. Jadi, survey biasanya di lakukan pada kawan-kawan yang di curigai saja, di tambah kelompok acak untuk membuktikan bahwa tidak ada pemalsuan data. Dan jelasnya, banyak perguruan tinggi akan meyakini Kartu Indonesia Pintar atau Kartu Indonesia Sejahtera, sebagai kartu yang telah terverifikasi dan menjadi monument sakral bahwa pemiliknya, pasti adalah kelompok keluarga miskin/tidak mampu.
Maka secara serius, sebenarnya kerja besar ini tak boleh sembarangan di cela menurut pandangan kami, jika memang tidak pernah tahu seberapa tingkat kompleksitasnya.
Di samping uraian di atas. Ada dinding aturan pula yang tidak bisa main tabrak saja ada kebijakan yang harus di tempuh. Misalnya, salah satu clue mendasar dari akar persoalan ini ialah kitidaksiapan kita untuk mendefinisikan miskin versi Bidikmisi. Bukan miskin versi kita masing-masing.
Jika anda membaca persyaratan Bidikmisi tahun 2018, anda akan merasa terkejut misalnya, persyaratan maksimal pendapatan kotor orang tua adalah 4.000.000. Angka ini tentunya akan di nilai amat besar untuk ukuran desa kami, dan mungkin bisa di katagorikan level menengah. Tapi sesuai aturan, calon mahasiswa yang penghasilan kotor orang tuanya sebesar itu boleh mendaftar Bidikmisi, dan boleh di fasilitasi sekolah serta Desa untuk bisa mengakses Bidikmisi.
Belum lagi, kalau sudah berbicara penerimaan di dalam kampus. Ada sistem kuota wajib bagi mahasiswa miskin. Bahkan ketentuannya di payungi oleh Peraturan Pemerintah (PP) No 66 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam PP ini terdapat pasal yang mewajibkan semua perguruan tinggi negeri (PTN) menerima 20 persen mahasiswa miskin dari total mahasiswa yang diterimanya. Dari mana lagi kuota ini akan di isi kecuali di serap melalui Bidikmisi. Apakah ada kemampuan bagi perguruan tinggi untuk membiayainya sendiri ?
Jelasnya, ketaatan kampus untuk memenuhi prasyarat minimal menampung 20% mahasiswa miskin sesuai amanat PP ini akan menghambat proses purifikasi penerima Bidikmisi tanpa bias prasangka dari teman-teman reguler. Hal ini, juga akan di perparah dengan adanya instruksi atau kesepakatan kampus dengan Dikti untuk menyerap alokasi Bidikmisi yang telah di tetapkan dalam pembagian kuota. Mungkin beasiswa Bidikmisi yang tidak terserap bisa di kembalikan ke Dikti, tapi setelah kembali ke Dikti mau di kemanakan. Sistem birokrasi kita justru akan menambah kerugian, karena kalau kuota tidak habis. Amat mungkin tahun depan, DPR justru akan memangkas kuota Bidikmisi dan tidak menambahnya lagi. Dan inilah yang menyebabkan celah besar, terkadang di dalam upaya untuk mewujudkan Bidikmisi tepat sasaran dalam koridor idealisme, koridor tanpa bias.
Gambaran real, kasusnya salah satunya begini. Di hampir kampus besar di Indonesia, anda pasti tahu demografi mahasiswa yang ada di dalamnya. Saya contohkan saja di SMA Favorit di Kota anda. Di tempat itu, kemungkinan siswa miskin yang miskin beneran, di sekolah itu, apakah sampai 20% ? Angka itu muskil di capai kecuali dengan menetapkan standart miskin yang lebih tinggi di banding sekolah biasa di level yang sama, yang demografi penerima dalam katagori miskinnya jauh di atas 20% misalnya. Persoalan serupa, juga di alami kampus-kampus besar. Yang di maksud miskin dalam persepsi kampus besar, jangan kemudian di standarnya dengan standart miskin versi kampung kita masing-masing. Karena ini bisa jadi ini akan membuat kita keliru menelaah. Di sinilah kunci, bahwa kecemburuan di luar terjadi karena ada faktor yang tidak tunggal. Kampus menetapkan standart kaya miskin, berdasarkan realitas masing-masing kampus, dan berdasarkan aturan-aturan yang menaunginya, yang tentu juga memaksanya.
Tapi, justifikasi ini bukan menandakan kami sepaham dan sejalan dengan sistem yang ada, yang masih memberikan ruang bias. Kami hanya ingin membukakan fakta yang ada. Setidaknya anda harus tahu, dari mana kebijakan itu dihadirkan hingga menghasilkan output seperti yang di persepsikan sekarang.
Lalu, memang kemudian akan hadir pertanyaan. Kalau orang setengah kaya bisa masuk Bidikmisi. Itu berarti saya makin cemburu dong. Orang tua saya hanya bisa memberi uang saku satu semester tak jauh lebih besar dari penerima Bidikmisi, dan kami juga di beratkan dengan UKT yang tidak murah. Ada ketidakadilan di sini ?
Rasa cemburu semacam itu bisa muncul dan tidak bisa di elakkan kalau penerima Bidikmisi tidak mawas diri. Tampil hedon, keluar masuk KFC, Mall dan style yang mewah. Tentu ini tidak baik. Walaupun bisa jadi penerima Bidikmisi mungkin punya sambilan lain, sehingga mereka bisa mengakses kemewahan itu.
Sebuah kasus, suatu ketika. Kami pernah di temui langsung oleh penerima Bidikmisi yang di semester 4 an punya usaha dan bisa membiayai kuliahnya sendiri sebenarnya tanpa Beasiswa. Tapi kala itu kami berpendapat untuk tidak mencabut sratusnya sebagai penerima Bidikmisi walau dia meminta. Kami kala itu berkeyakinan, kalau dia penerima Bidikmisi dan sukses atas usahanya seiring berjalannya waktu. Maka nominal beasiswa itu adalah apresiasi dari kami untuk memotivasinya, dan terserah dia gunakan besarnya beasiswa itu untuk kebaikan sosial yang ia putuskan sendiri.
Jadi, sebenarnya masih banyak pekerjaan rumah bagi Bidikmisi. Kita harus mendorong terus tersebarnya informasi Bidikmisi ke calon penerima yang tidak mampu tapi berprestasi. Menemukan mereka ini tidak mudah, tidak banyak dan membutuhkan usaha yang kontinu.
Kami menulis pembelaan ini untuk meluruskan bias, bahwa penerimaan Bidikmisi justru semakin membaik. Walau kami tidak menampilkannya dalam artikel ini. Tabik.
|
Saturday, 30 June 2018
Wednesday, 27 June 2018
Donasi Anda Sangat Berarti
Assalamualaikum wr.wb
Saya Uzlifatul Baehaqi mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi Universitas Muria Kudus prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dusun Temukerep RT 03, RW 10, kecamatan Larangan, kabupaten Brebes.
Ibu saya sdh lama menderita kanker payudara hampir 2 tahun, ibu saya sdh pernah operasi di RSUD Brebes, berobat di Tramedica Ratu Givana, berobat herbal, dan melakoni semua perkataan org yg katanya bisa menyembuhkan penyakitnya namun tak kunjung sembuh.
Kini payudara ibu saya memiliki luka yg sangat besar, tubuhnya kurus dan ibu saya tidak bisa berjalan. Kira2 solusinya apa? Mohon bantuannya.
Saya ingin ibu saya sembuh, namun saya tidak cukup uang utk membiayai Pengobatannya, kuliah saja menggunakan beasiswa Bidikmisi, saya mempunyai 2 adik yg masih membutuhkan biaya pendidikan pula. Tolong bantu biaya pengobatan ibu kami, kami ingin ibu sembuh. Terima kasih.
Tolong bantu share ya teman2, saya sangat menyayanginya, saya rindu dg senyumannya, saya ingin ibu saya sehat seperti dulu.
Jika berkenan untuk membantu, hubungi nomor wa saya 0857-8690-7795
Sunday, 24 June 2018
SAFARI SYAWAL FMBM
Kediri: minggu 24-juni-2018
Dalam bulan yang penuh perdamaian ini,
Forum Mahasiswa Bidiki Misi mengadakan silaturahmi keseluruh pondok pesantren sekitar kampus IAIN KEDIRI dan seluruh pengelola Bidik misi.
Acara ini di beri nama Safari Syawal, dengan tujuan untuk menjalin silaturahmi antara mahasiswa Bidik misi dengan para pengelola Bidik misi IAIN KEDIRI dan Pengasuh Pondok Pesantren yang di tinggalinya.
Antara lain Tujuan tersebut adalah:
1. Pengelola BidikMisi
2. Ma'had IAIN Kediri
3. Ponpes Al-Amien
4. Ponpes Syarif Hidayatullah
5. Ponpes Al-Fath
6. Ponpes Ar-Roudhoh
7. Ponpes Al-Islah
Semuga dengan silaturahmi ini para mahasiswa Bidik Misi mendapatkan berkahnya
Amien..
Dalam bulan yang penuh perdamaian ini,
Forum Mahasiswa Bidiki Misi mengadakan silaturahmi keseluruh pondok pesantren sekitar kampus IAIN KEDIRI dan seluruh pengelola Bidik misi.
Acara ini di beri nama Safari Syawal, dengan tujuan untuk menjalin silaturahmi antara mahasiswa Bidik misi dengan para pengelola Bidik misi IAIN KEDIRI dan Pengasuh Pondok Pesantren yang di tinggalinya.
Antara lain Tujuan tersebut adalah:
1. Pengelola BidikMisi
2. Ma'had IAIN Kediri
3. Ponpes Al-Amien
4. Ponpes Syarif Hidayatullah
5. Ponpes Al-Fath
6. Ponpes Ar-Roudhoh
7. Ponpes Al-Islah
Semuga dengan silaturahmi ini para mahasiswa Bidik Misi mendapatkan berkahnya
Amien..
Saturday, 23 June 2018
Keindahan Kebersamaan
Keindahan Berjuang Dalam Kebersamaan
Kemunculan pelangi adalah ketika sesudah mendung merintih meneteskan airmata, bukan karena dia kesal dan jenggkel terus putus asa, tetapi dengan perjuangan sampai keringat dan air mata tidak ada bedanya, yang membuat terjadianya pembiasan dan terjadi sebuah pembiasan cahaya yang indah, yaitu pelangi.
Ingat rekan!!!
Disini adalah tempat perjuangan yang nanti akan menghasilkan pelangi-pelangi kesuksesan untuk kalian yang telah merintih bersusah payah berjuang. Yakinlah wahai rekan!!!
Bisa kita ingat!!!...
Keindahan pelangi tidak di isi dengan satu warna, melainkan ada tuju warna yang menghiasisnya, yang terlihat indah ketika di lihat dari jauh maupun dekat.
Saat ku suruh warna jingga dan kuning untuk berpisah, saat itulah mereka menolak dengan, menjudgment kita disini sangat bahagia karena kita di lahirkan oleh perjuangan bukan karena kudetan.
Apa inti dari tadi rekan!!!
“Tak ada yang benar-benar bisa hidup sendiri. Karena keindahanmi sangat terlampau luas. Kebahagiaan hanya untuk mereka yang mengerti arti Kebersamaan, Itulah Kita”
Wednesday, 13 June 2018
Filsafat Ilmu Ontologi berserta Aliranya
A. ONTOLOGI
OntOntologi
terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang
berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan sebagai ilmu
atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Sedangkan dalam kamus Oxford, ontologi
merupakan sebuah cabang filsafat yang berhubungan dengan inti keberadaan. Jadi
sebenarnya, ontologi merupakan sebuah studi yang mempelajari hakikat keberadaan
sesuatu, dari yang berbentuk konkret sampai yang berbentuk abstrak, tentang
sesuatu yang tampak sampai sesuatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi dunia
nyata maupun eksistensi dunia kasat mata atau eksistensi gaib.
Aliran-aliran
Ontologi :
1. Monoisme, Istilah monisme berasal dari
bahasa Yunani monos yang berarti tunggal atau sendiri. Paham ini menganggap
bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak
mungkin dua.
2. Dualisme, Istilah dualisme berasal dari
bahasa Latin, dualis yang berarti bersifat dua. Jika monisme berpandangan bahwa
hanya ada satu substansi yang tidak tersentuh perubahan dan bersifat abadi,
maka dualisme justru berpandangan bahwa ada dua substansi dalam kehidupan ini.
3. Pluralisme, Istilah pluralisme berakar
pada kata dalam bahasa Latin pluralis yang berarti jamak atau plural. Paham ini
berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
4. Materialisme, Aliran ini menganggap
bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani.
5. Idealisme, Istilah idealisme berasal
dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
6. Nihilisme, Istilah nihilisme berasal
dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti tidak ada atau ketiadaan.
7. Agnotisisme adalah paham pengingkaran
atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik
materi maupun ruhani.
B. EPISTIMOLOGI
Epistimologi
berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = perkataan, pikiran,
ilmu. Kata “episteme” dalam Bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai,
artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah epiteme
berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk “menempatkan sesuatu dalam
kedudukan setepatnya”. Selain kata “episteme”, untuk kata “pengetahuan” dalam
Bahasa Yunani juga dipakai kata “gnosis”, maka istilah “epistimologi” dalam
sejarah pernah juga dosebut gnoseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat
telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan,
epistemology kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge;
erkentnistheorie). Metode
memperoleh pengetahuan:
1. Empirisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal.
2. Rasionalisme
adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa yang kita pikirkan dan bahwa akal
mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri. kritisisme,
dalam diri setiap manusia sudah ada kondisi-kondisi tertentu dalam pikiran yang
mengatur cara kerja pikiran dan memengaruhi cara mereka dalam memandang dunia.
3. Intuisionisme merupakan pham yang
menekankan tidak tidak terperantarannya pengetahuan atau bukti-bukti dari
karakter ide-ide tertentu.
4. Metode ilmiah lazimnya digunakan dalam
bidang pengetahuan alam atau sains.
C. AKSIOLOGI
Aksiologi
berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti
teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Sedangkan arti aksiologi
yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan
etika dan estetika.
II
A.
Empiris
Empirisme
berasal dari kata Yunani, yaitu; empeirisko, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengalaman melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi. Pengetahuan
inderawi bersifat persial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera
yang satu dengan yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera
dan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indera menangkap
aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi
pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada
sensibilitas organ-organ tertentu.
B.
Pengertian Penalaran Induksi
Filusuf
pada zaman keemasan yunani, Aristoteles
menyatakan bahwa proses peningkatan dari hal hal yang bersifat individual
kepada yang bersifat universal, disebut sebagai pola penalaran induksi. Disitu
premisnya berupa proposisi propososisi singular, sedangkankan konklusinya
sebuah proposisi universal, yang berlaku secara umum.
Menurut
Jhon Stuart Mill (1806-1873), induksi induksi sebagai ketiadaan budi, dimana
kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar untuk kasus atau kasus
kasus khusus, juga akan benar untuk semua
kasus yang serupa dengan yang
tersebut tadi dalam hal-hal tertentu.
C. Prinsip prinsip penalaran induksi
Misalnya,
terdapat penalaran sebagai berikut:
Apel
1 keras dan hijau adalah masam.
Apel
2 keras dan hijau adalah masam.
Apel
3 adalah keras dan hijau.
Apel
4 adalah masam.
Premis
premis dari induksi ialah proposisi empiris yang langsung kembali kepada suatu
obsersvasi indra atau proposisi dasar (Bassic Statement), proposisi dasar menunjuk kepada fakta, yaitu
observasi yang dapat diuji kecocokanya dengan tangkapan indra. Pikiran tidak
dapat mempersoalkan benar tidaknya fakta, akan tetapi hanya dapat menerimanya.
Bahwa apel itu keras, hijau dan masam, hanyalah indra yang dapat menangkapnya.
Sekali indra mengatakan demikian, pikiran tinggal menerimanya.
D. Generalisasi Induksi
Telah dapat diketahui bahwa,
penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersift umum dari premis premis
yang berupa proposisi empirik itu disebutgenerilisasi. Prinsip yang menjadi
dasar penalaran generalisasi itu dapat dirumuskan demikian “apa yang beberapa
kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi
apabila kondisi yang sama terpenuhi”. Hasil penalaran Generalisasi induktif itu
sendiri juga disebut generalisasi. Generalisasi dalam arti ini berupa suatu
proposisi universal, seperti: semua apel yang akan keras dan hijau, rasanya
asam. Semua logam yang dipanasi memuai.
E. Analogi Induksi
Berbicara
tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu
bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan
yang lain, dengan mengidentifikasi mencari persamaan. Analogi dapat
dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebagai
penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan.
III
Empiris
Kebimbangan
orang kepada sains dan agama pada Zaman Modern filsafat sebagaimana telah
disinggung beberapa kali sebelum ini, ditimbulkan oleh berbagai hal, antara
lain oleh ajaran empirisme . Empirisme ialah suatu doktrin filsafat yang
menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan
itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. istilah Empirisme berasal dari
bahasa yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Penganut empirisme berpandangan bahwa
pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia, yang jelas-jelas
mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk
memberikan gambaran tertentu. Kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa
pengalaman hanyalah khayalan belaka.
Diantara
tokoh-tokoh pengikut aliran Empirisme adalah
1.
Francis Bacon (1210-1292M) Menurut Francis Bacon pengetahuan yang sebenarnya
adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan dengan dunia fakta.
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan
yang sejati, pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Selanjutnya,
kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari penjelasan di
atas dapat diambil kesimpulan, bahwa itu tidak benar, haruslah sekarang kita
memperhatikan yang konkrit mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2.
Thomas Hobbes (1588-1679M) Menurut Thomas Hobbes, bahwa pengalaman indrawi
sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapatdisentuh dengan
indralah yang merupakankebenaran. Pengetahuan intelektual (rasional) tidak lain
hanya merupakan penggabungan data dataindrawi belaka.
3.
John Locke (1632-1753 M) John Locke adalah filosof inggris yang banyak
mempelajari agama kristen. Ia lahir di
Wrington, Somersetshire, pada tahun 1632. Tahun 1647-1652 ia belajar di
Westminster. Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika ia menerima keraguan
sementara yang diajarkan oleh Descrates, tetapi ia juga menolak intuisi yang
digunakan oleh Descrates. Ia juga menolak metode deduktif Descrates dan
menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman; jadi, induksi. Bahkan
Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang
pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
4.
David Hume (1711-1776M) Solomon menyebut David Hume sebagai ultimate skeptic, skeptic tingkat tertinggi.
Ia dibicarakan disini sebagai seorang skeptic, dan terutama sebgai seorang
empiris. Menurut Bertrans Russel yang tidak dapatdiragukan lagi pada Hume
adalahseorag skeptic.
5.
Herbert Spencer (1820-1903 M) Filsafathelbertspencrberpusatpadateorievolusi. 9
tahun sebelum terbitnya karya Darwin yang terkenal, the origent of
speciest(1859 ) spencer sudah menerbitkan bukunya tentang teori evolusi.
Empirismenya terlihat jelas dari filsafatnya tentang the great unkwonable.
Menurut soencer, kita hanya menganali fenonema fenomena atau gejala-gejala.
Secara prinsip pengenalan kita hanya menangkutrelasi relasi antara
gejala-gejala dibelakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh spencer disebut
yang tidak diketahui (the great unknownable).
IV
Epistimologi
ilmu
Epistimologi
dari bahasa yunani episteme artinya pengetahuan yakni cabang filsafat yang
bekaitan dengan teori pengetahuan.
Menurut
Plato, Filsafat adalah
Ilmu Pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang
asli. Pemikiran Plato
ini tidak terlepas
dari sejarah keemasan
filsafat yunani. Garis besar filsafat
Pengetahuan atau epistemologi
Plato (kata Yunani
episteme = pengetahuan, maka
epistemologi = “logos”
atau sabda dan
paham tentang pengetahuan tetap bertitik
tolak pada Socrates.
Plato adalah murid
Socrates yang tersohor
(427-347).
Sampai saat
kematiannya, tak satupun
pemikiran Sokrates sempat
dituliskan. Oleh karena itu,
meskipun Sokrates lebih
dilihat sebagai pioneer
bagi pemikiran filsafat
yang berorientasi pada manusia. Namun,
Plato adalah tokoh yang menuliskan semua pemikiran gurunya.
Karya Plato
sebagian besar terdiri
atas wawancara-wawancara Socrates
dengan berbagi orang. Dengan
demikian, disamping beberapa sumber
lain Plato menjadi sumber
utama kita mengenai Socrates.
Meskipun hal itu
tidak boleh kita
tafsirkan menurut paham
dan tuntutan kita terhadap
otentisitas sumber-sumber historis.
Plato menggambarkan Sokrates
sesuai dengan anggapan dan
filsafatnya sendiri. Karya
Plato pun bermutu
sastra tinggi bila dilihatdari
sudut pandang sastra
dan budaya pada
lingkungan zamannya. Karya
Plato bukanlah suatu karya
ilmiah, maka penafsirannya harus memperhatikan nuansa-nuansa yang terkandung di dalam tulisan-tulisannya
yang tidak bersifat buku teks filsafat ilmiah.
Pengetahuan
(Epistimologi) Plato
Plato
bisa dikategorikan sebagai filsof petama yang secara jelas mengemukakan
epistimolog dalam filsafat meskipun ia belum menggunakan term epistimologi .
pemikiran mengenai epistmologi belandaskan pada pandangan “ idea” plato. Ia
meyakini bahwa ide merupakan suatu yang obyektif. Adanya ide terlepas dari dai
subjek yang berfikir. Dengan kata lain ide tidak diciptakan oleh pemikiran
individu, tetapi pemikiran itu tergantung dari ide-ide. Plato membeikan contoh
salah satuunya adalah segitiga yang digambarkan di papan tulis dalam berbagai
bentuk: itu merupakan gambaran yang berupa tiruan, tak sempurna dari ide
tentang segitiga. Jadi sebagai segitiga itu mempunyai satu ide tentang segitiga
ang mewakili semua segitiga yang ada.
Dalam
pandangan Plato, benda-benda jasmani tidak bisa “ber-ada” tanpa pendasaran ide
yang ada pada dunia idea. Relasi keduanya melalui tiga cara; pertama, ide hadir
pada benda-benda konkrit. Kedua, benda konkrit mengambil bagian dalam ide;
filsafat mengambil peranan penting pada relasi ini. Ketiga, ide merupakan model
atau contoh bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan
gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.
Idea
Plato
Pemecahan
atau pencairan pertentangan dirumuskan plato lebih lanjut dengan memakai suatu
istilah yang seakan - akan berasal dari dua pengetahuan dalam arti luas.
Istilah itu adalah idea. Kata
Yunani itu mempunyai
akar Wid dengan
arti melihat dengan
mata kepala maupun menatap dengan
mata batin sampai mengetahui.
Intuisi
plato
Plato
juga memakai perumpamaam-perumpamaan lain dalam rangka usahanya untuk
menerangkan apa yang terjadi pada saat manusia mengenal atau mengetahui
sesuatu. Pengetahuan sebagai ingatan akan suatu lapisan kesadaran bawaan dalam
jati diri manusia dicirikan oleh filsuf-filsuf modern sebagai pengetahuan
berdasarkan intuisi. Melalui kesan dan penamatan intuitif, manusia merasa bahwa
ia sudah tahu, tanpa merasa perlu melakukan suatu pengamatan, penelitian, atau
penalaran lebih lanjut.
V
VI
HAKIKAT LOGIKA
Menurut
Andre Ata, dkk. (2012), konsep “logika” atau “logis” sudah sering kita dengar
dan kita gunakan. Dalam bahasa sehari-hari, perkataan “logika” atau “logis”
menunjukkan cara berpikir atau cara hidup atau sikap hidup tertentu, yaitu yang
masuk akal, yang “reasonable”, yang wajar, yang beralasan atau berargumen, yang
ada rasionya atau hubungan rasionalnya, yang dapat dimengerti, walaupun belum
tahu disetujui atau tentang benar atau salah. Dalam arti ilmiah, perkataan
logika menunjukkan pada disiplin ilmu yang dimaksud dengan disiplin ilmu disini
yaitu disiplin ilmiah, yaitu kegiatan intelektual yang dipelajari untuk
memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara
sistematik-rasional argumentative dan terorganisasi yang terkait atas tunduk
pada aturan, prosedur, atau metode tertentu. Setap disiplin mewujudkan ilmu
atau cabang ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya biologi, yaitu ilmu disiplin
yang termasuk ilmu alam, mikrobiologi yaitu suatu disiplin yang termasuk ilmu
alam; mikrobiologi yaitu disiplin ilmu atau subdisiplin yang termasuk dalam
disiplin ilmu biologi.
SEJARAH PERKEMBANGAN LOGIKA
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai
sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari
setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama
“analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika
diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian. Theoprastus (371-287 sM),
memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah
penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah
sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang
ahli pikir di Iskandariah menambahkan
satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge,
yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam
bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan
lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan
klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
3 BAHASA LOGIKA
Bahasa
merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Dan
khusus alat komunikasi ilmiah disebut dengan bahasa ilmiah, yaitu kalimat
berita yang merupakan suatu pernyataan-pernyataan atau pendapat-pendapat. Bahasa sangat penting juga
dalam pembentukan penalaran ilmiah karena penalaran ilmiah mempelajari
bagaimana caranya mengadakan uraian yang tepat dan sesuai dengan
pembuktian-pembuktian secara benar dan
jelas. Bahasa secara umum dibedakan antara bahasa alami dan bahasa
buatan. Bahasa alami ialah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk
menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya,
dibedakan antara bahasa isyarat dan
bahasa biasa. Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu, yang
dibedakan antara bahasa istilahi dan bahasa artifisial. Bahasa buatan inilah
yang dimaksudkan bahasa ilmiah, dirumuskan bahasa buatan yang diciptakan oleh para ahli dalam
bidangnya dengan menggunakan istilah-istilah atau lambang-lambang untuk
mewakili pengertian-pengertian tertentu.
PENGERTIAN DEDUKSI
Deduksi
adalah kegaiatn berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi
adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan yang secara deduktif biasanya
mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus yang disusun
dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung
silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis
mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari
penalaran deduktif yang berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh kita
sebelumnya kita dapat membuat silogismus sebagai berikut.
Semua makhluk mempunya mata (Premis mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk (Premis Minor)
Jadi si Polan mempunyai mata (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa si Polan mempunyai mataadalah sah menurut
penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis
yang mendukungnya. Pernyataan apakah kesimpulan itu benar maka hal ini haus
dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis
yang mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang
ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua
premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.
5 KRITERIA KEBENARAN
Teori kebenaran
yang didasarkan kepad criteria tersebut diatas disebut teori koherensi. Secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita menganggap
bahwa “manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka
pernyataan bahwa “si Polan adalah seorang manusia dan si Polan pasti akan mati”
adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan
yang pertama.
VII
VIII
• Positivisme
Positivisme
berasal dari kata “positif” yang berarti faktual, yaitu apa yang berdasarkan
fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi
fakta-fakta. Positivism, mengutamakan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
Perbedaan positivisme dengan empirisme adalah bahwa positivisme tidak menerima
sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah, tetapi hanya mengandalkan
fakta-fakta belaka. Posivisme pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte
(1798-1857) yang dilahirkan di Monpellier. Karya utama Aguste Comte paling
terkenal adalah ‘Cours Philosophie Positive (Kursus tentang Filsafat Positif)’.
• Positivisme
Comte Dan Neopositivisme serta Perlawanan Popper
Positivisme
merupakan suatu aliran filsafat yang dibangun oleh Auguste Comte (1798-1857).
Intinya positivisme ingin membersihkan ilmu dari spekulasi-spekulasi yang tidak
dapat dibuktikan secara positif. Comte ingin mengembangkan ilmu dengan
melakukan percobaan (eksperimen) terhadap bahan faktual yang terdapat dalam
kenyataan empiris, bukan dengan jalan menyusun spekulasi-spekulasi rasional
yang tidak dapat dibuktikan secara positif lewat eksperimen.
Bagi
Comte, potivisme merupakan tahap akhir atau puncak dalam perkembngan pemikiran
manusia dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap
mistik-teologis
2. Tahap
metafisika
3. Tahap
positif
IX
Pengertian Fenomenologi dan Perbedaan
Fenomenologi Kant dan Hegel dengan Husserl
Istilah fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon
dan logos. Kata fenomenon berarti sesuatu yang menggejala, yang menampakkan
diri, sedangkan istilah logos berarti ilmu. Jadi, fenomenologi berarti ilmu
tentang fenomena atau pembahasan tentang sesuatu yang menampakkan diri. Dengan
demikian, semua wilayah fenomena (realita) yang menampakkan diri (manusia,
gejala sosial-budaya atau objek-objek lain) dapat dapat dikatakan sebagai objek
fenomenologi.
Dilihat dari kemunculan istilah fenomenologi, sebelum
istilah itu dipergunakan oleh Husserl, istilah fenomenologi sebelumnya telah
digunakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan George Wilhelm Friedrich Hegel
(1770-1831). Kant misalnya mengemukakan istilah fenomena dan noumena. Fenomena
pada Kant mengacu pada apa yang tampak, dan sesuatu yang tampak itu dapat
dipahami dan dimengerti. Fenomena merupakan hasil kontruksi subjek yang
mengetahui terhadap objek (fenomenon) yang diketahui. Di sini Kant membedakan
fenomena dengan noumena. Fenomena sebagai realita yang dapat diketahui, dapat
diobservasi, sedangkan noumena adalah hakikat realitas yang berada di balik
fenomena (metafisik). Karena noumena itu berada di luar jangkauan pengamatan,
maka menurut Kant, kita tidak dapat memahaminya sebab tidak ada jalan masuk
indrawi ke noumena itu. Jadi, fenomenologi pada Kant adalah bentuk epistemologi
yang meyakini kemungkinan untuk mengetahui senomena saja dan bukan noumena (das
Ding an sich). Konsekuensi pandangan ini: segala sesuatu yang berada di luar
jangkauan pengamatan langsung dianggap berada di luar kajian (wilayah) ilmu
pengetahuan. Adapun pada Kant kesadaran dianggap tertutup dan terisolir dari realitas,
tidak terkait dengan faktor sosial-historis. Dengan demikian, kesadaran
mengenal diri sendiri dan melalui itu pulalah cara saya atau kita mengenal
realitas.
Karya-karya Husserl
Selama hidupnya, Husserl banyak menulis naskah-naskah
(50.000 lembar tulisan) mengenai fenomenologi namun sedikit yang diterbitkan
pada waktu hidupnya. Adapun tulisan-tulisan pribadi Husserl disimpan di
Universitas Leuven (Belgia) (karena khawatir diambil/dibakar oleh Nazi).
Tulisan-tulisannya yang dibukukan antara lain:
1. Logishe
Untursuchungen (Penelitian tentang Logika), terdiri dari dua jilid (1900-1901).
2. Ideen zu
einer Reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie (Gagasan-gagasan
tentang Fenomenologi Murni dan Filsafat Fenomenologi) (1913). Buku ini menempatkan
Husserl sebagai filsuf yang mendapat pengakuan internasional.
3. Cartesianischen
Meditationen (1931).
4. Die
Krisis der europaischen Wssenchaften und die transendentable Phenomenologie
(Krisis dalam Ilmu-ilmu Pengetahuan di Eropa dan Fenomenologi Transendental)
(1936). Tulisannya ini sebagian terbit setelah ia meninggal.
Kritik atas Ilmu Pengetahuan Modern (Positivisme)
Seperti jamak diketahui, positivisme memandang ilmu
sekedar “ilmu tentang fakta-fakta”. Dengan kata lain, positivisme membatasi ilmu
pengetahuan pada gejala fisis dan ini merupakan suatu reduksionisme. Masalah
yang berkaitan dengan eksistensi rasional, emosional, makna dan tujuan hidup
manusia dilenyapkan dengan alasan bahwa hal itu tidak dapat diverifikasi
melalui metode ilmiah. Dalam bidang psikologi, aliran yang menerapkan cara
pandang positivisme ini, dimana subjek direduksi menjadi fakta-fakta biologis.
Fenomenologi menolak pandangan reduksionisme itu (melihat manusia sebagai fakta
objektif) dan menolak pandangan yang menyamakan manusia dengan alam. Pandangan
seperti ini disebut Husserl dengan “naturalisme”. Naturalisme adalah pandangan
filosofis yang menjadi sikap ilmiah positivisme yang melihat segala sesuatu
sebagai alam yang diatur oleh hukum-hukum alam secara universal. Positivisme
menggunakan metode empiris-matematis, suatu metode yang mengabstraksikan alam
lalu menanggap hasil abstraksi itu sebagai realitas objektif (realitas apa
adanya). Salah satu konsekuensi dari naturalisme adalah suatu sikap yamg
memandang semua hukum dan prinsip yang mengatur kegiatan berpikir manusia
sebagai “fenomena fisis” semata.
Fenomenologi Husserl
a. Epache
Seperti yang sudah dikemukakan, epache adalah salah satu
konsep penting dalam fenomenologi Husserl. Apa arti epache ini? Atau dalam
maksud apa istilah ini digunakan oleh Husserl?. Spielberg mengemukakan beberapa
langkah metode fenomenologis. Pertama, mengintuisi; kedua, menganalisis;
ketiga, menjabarkan. “Mengintuisi” adalah mengonsentrasikan atau merenungkan
secara penuh (intens) fenomena. Sementara itu, “menganalisis”adalah mencari
atau menemukan unsur-unsur atau bagian-bagian pokok dari fenomena.
b. Reduksi
Seperti dikemukakan tadi, rpache bertuuan agar keterangan
yang tampak dalam fenomena tersebut benar-benar asli atau tidak terlebih dahulu
dicampuri oleh presuposisi pengamat. Dengan kata lain, dapat dikatakan, epache
merupakan sebuah “metode penundaan” asumsi-asumsi atas fenomena (realita) agar
memperoleh hakikat. Dan dalam rangka memunculkan hakikat tersebut, maka epache
mengisyaratkan (reduksi-reduksi) atau penyaringan-penyaringan tertentu. Menurut
Husserl ada tiga reduksi yang dapat digunakan, ketiga reduksi tersebut ialah
(1) Reduksi fenomenologis, (2) reduksi eidetis, dan (3) reduksi transendental.
Di dalam tabel berikut disajikan tentang ketiga reduksi tersebut.
c. Intensionalitas
Kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu,
demikian ujar Husserl. Dengan kata lain, kesadaran selalu terarah pada suatu
objek. Kesadaran yang selalu terarah pada suatu objek, inilah yang dimaksud
dengan istilah intensionalitas itu (intensionalitas berasal dri bahasa Latin
yakni intendere yang mengandung arti “mengarah kepada” atau “keterarahan”).
d. Lebenswelt
Apa yang dimaksud dengan Lebenswelt? Lebenswelt adalah
dunia sebagaimana kita atau saya hayati (dunia-pengalaman/ dunia yang
dihayati/dunia sehari-hari). Lebenswelt itu atau dunia yang dihayati itu
bukanlah mengacu kepada “dunia nyata” yang sudah dikategorikan oleh
kategori-kategori filosofis atau ilmiah seperti umpamanya yang terdapat pada
pandangan idealisme maupun realisme.
X
A. Rasionalisme
Kritis Karl R. Popper
Karl Raimund Popper lahir di Wina tanggal 28 Juli 1902.
Ayahnya Dr. Simon Siegmund Carl Popper adalah seorang pengacara yang sangat
berminat pada filsafat. Maka tidak mengherankan bila ia begitu tertarik dengan
dunia filsafat, karena ayahnya telah mengkoleksi buku-buku karya
filusuf-filusuf ternama.
Pada usia 16 tahun ia keluar dari sekolahnya,
Realgymnasium, dengan alasan Ia bosan dengan pelajaran disana maka ia menjadi
pendengar bebas di Universitas Wina dan baru pada tahun 1922 ia diterima
sebagai mahasiswa disana.
Setelah perang dunia I dimana begitu banyak penindasan
dan pembunuhan maka Popper terdorong untuk menulis sebuah karangan tentang
kebebasan. Dan diusia 17 tahun ia menjadi anti Marxis karena kekecewaannya pada
pendapat yang menghalalkan “segala cara” dalam melakukan revolusi termasuk
pengorbanan jiwa. Dimana pada saat itu terjadi pembantaian pemuda yang
beraliran sosialis dan komunis dan banyak dari teman-temannya yang terbunuh.
Dan sejak saat itu ia menarik suatu kebijaksanaan yang diungkapkan oleh
Socrates yaitu “Saya tahu bahwa saya tidak tahu”, dan dari sini ia menyadari
dengan sungguh-sungguh perbedaan antara pemikiran dogmatis dan kritis.
Dimana Popper terkesan dengan ungkapan Einstein yang
mengatakan bahwa teorinya tak dapat dipertahankan kalau gagal dalm tes
tertentu, dan ini sangat berlainan sekali dengan sikap kaum Marxis yang
dogmatis dan selalu mencari verifikasi terhadap teori-teori kesayangannya.
Dari peristiwa ini Popper menyimpulkan bahwa sikap ilmiah
adalah sikap kritis yang tidak mencari pembenaran-pembenaran melainkan tes
yangcrucial berupa pengujian yang dapat menyangkal teori yang diujinya,
meskipun tak pernah dapat meneguhkannya.
Dalam perkembangan selanjutnya ia banyak menulis
buku-buku yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan epistemologi, dan sampai
pada bukunya yang berjudul Logik der Forschung, ia mengatakan bahwa pengetahuan
tumbuh lewat percobaan dan pembuangan kesalahan. Dan terus berkembang sampai
karyanya yang berjudul The Open Society and Its Enemies, dalam karyanya ini
Popper mengungkapkan bahwa arti terbaik “akal” dan “masuk akal” adalah
keterbukaan terhadap kritik – kesediaan untuk dikritik dan keinginan untuk
mengkritik diri sendiri.
Dari sini Popper menarik kesimpulan bahwa menghadapkan
teori-teori pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya adalan
satu-satunya cara yang tepat untuk mengujinya dan juga satu-satunya cara yang
menungkinkan ilmu pengetahuan bisa berkembang terus menerus. Dan dengan adanya
kemungkinan untuk menguji teori tentang ketidakbenarannya berarti teori itu
terbuka untuk di kritik dan ia memunculkan apa yang dinamakan Rasionalisme
kritis. Demikianlah sekelumit kehidupan Karl Raimund Popper yang mengakhiri
hidupnya pada tahun 1994.
B. Rasionalisme
Rene Descartes (1596-1650)
Aliran filsafat yang berasal dari Descartes biasanya
disebut Rasionalisme, karena aliran ini sangat mementingkan rasio. Dalam rasio
terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan
tanpa menghiraukan realitas diluar rasio. Dalam memahami aliran rasionalisme,
kita harus memperhatikan dua masalah utama yang keduanya diwarisi dari
Descartes. Pertama, masalah substansi, kedua, masalah hubungan antar jiwa dan
tubuh.
Rene Descartes adalah tokoh filsafat abad modern, bahkan
dialah pendiri dan pelopor utamanya. Ada perbedaan penting antara filsafat abad
pertengahan sampai abad modern. Perbedaan tersebut bukanlah dilihat dari segi
dikotomi mundur dan maju seperti halnya pada dunia ilmu pengetahuan. Perbedaan
keduanya lebih sering dilihat dari sudut ciri khasnya masing-masing. Filsafat
abad pertengahan bercirikan sinkretasi antara akal dan wahyu, antara rasio
dengan agama, dengan kecenderungan untuk mencari pembenaran-pembenaran terhadap
keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan dengan melalui jalan tasawuf yang yang
berpuncak pada ma’rifat yakni pengetahuan intuisif.
Corgito ergo sum inilah yang dianggap sebagai fase yang
paling penting dalam filsafat Descartes yang disebut sebagai filsafat kebenaran
yang pertama (primum philosophium). Aku sebagai sesuatu yang berpikir adalah
suatu substansi yang seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pikiran dan
untuk berada tidak memerlukan suatu tempat atau sesuatu yang bersifat bendawi.
Prinsip bahwa kebenaran yang pasti ialah yang jelas dan terpilah-pilah, menurut
B. Williams merupakan problem sentral dan sekaligus inti filsafat Descartes.
Selanjutnya, Rene Descartes mengajarkan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga
“ide bawaan”. Ide bawaan ini sudah ada sejak lahir, yaitu pemikiran, Allah, dan
keluasan.
a. Pemikiran,
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berpikir, maka harus
diterima juga bahwa pemikiran itu merupakan hakikat saya.
b. Allah.
Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide
“sempurna”, pasti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide tersebut karena
akibat tidak dapat melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain
hanyalah Allah.
c. Keluasan,
Saya mengerti materi sebagai keluasan atau eksistensi, sebagaimana yang
dilukiskan dan dipelajari oleh para ahli ilmu ukur.
XI
A. Biografi
Thomas S. Kuhn
Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di
Cincinnati, Oiho, Amerika Serikat. Thomas Kuhn merupakan filsuf pada era abad ke-20.
Pada tahun 1949 Kuhn mendapat gelar Ph.D dalam bidang ilmu fisika di Havard
University. Di universitas Harvad, ia diangkat menjadi asisten dosen bidang
pendidikan umum dan sejarah ilmu. Kemudian pada tahun 1956, Kuhn mendapat
tawaran menjadi dosen sejarah sains di Universitas California. Tahun 1964, ia mendapat gelar Guru Besar dari
Princenton University dalam bidang sains dan filsafat. Selanjutnya, tahun 1983
ia dianugerahi sebagai professor dari Massachusetts Institude of University.
B. Metode
Ilmiah Thomas S. Kuhn
Thomas Kuhn adalah seorang filsuf sains yang menekankan
pentingnya sejarah sains dalam perkembangan sains. Dengan sejarah sains ilmuwan
akan memahami kenyataan sains dan aktifitas sains yang sesungguhnya. Namun
demikian ia tidak sependapat dengan pandangan yang mengemukakan bahwa
perkembangan sains bersifat evousioner dalam mendekati kebenaran, dalam ati
perkembangan sains itu bersifat akumulatif. Hal ini terjadi karena bagi Thomas
Kuhn perkembangan itu bersifat tidak sinambung dan tidak dapat diperbandingkan
antara satu teori dengan teori lainnya.
Thomas Kuhn berpendapat bahwa perkembangan sains bersifat
revolusioner karena bagi Kuhn sejarah itu bersifat tidak sinambung dan
perkembangan sains ditandai dengan lompatan-lompatan revolusi ilmiah.
Revolusi ilmiah merupakan proses peralihan dari paradigma
lama ke paradigma baru. Dengan perubahan paradigma ini, cara pandang ilmuwan
dalam menentukan masalah , menetapkan metode dan teknik, dan penarikan
kesimpulan terhadap kenyataan alam akan berbeda dari sebelumnya. Revolusi
ilmiah terjadi karena adanya persepsi ilmuwan terhadap kekurangan paradigma
yang dianutnya dalam memecahkan masalah realitas alam. Semua ilmu menggunakan
paradigma tertentu yang diyakini dapat membantu memecahkan masalah alamiah.
C. Paradigma
Saintifik
Salah satu yang menjadi konsep sentral dalam kajian Kuhn
terhadap sejarah perkembangan ilmu pengetahuan adalah paradigma. Namun sayangnya, Kuhn tidak menguraikan
dengan begitu jelas apa yang dimaksud dengan paradigma. Menurut Margaret
Masterman, Kuhn menggunakan konsep paradigma tersebut sekurang-kurangnya dalam
dua puluh satu cara yang berbeda-beda. Secara harfiah, istilah paradigma
sebenarnya berasal dari bahasa Yunani; para yang berarti di samping atau di
sebelah dan diegma/dekynai yang berarti memperlihatkan, yakni model, contoh,
arketipe, atau ideal.
D. Sejarah
Revolusi Sains
Dalam analisis Kuhn, pada fase paradigma setiap fenomena
alam selalu ditafsirkan melalui kumpulan kepercayaan teoretis dan metodologis
yang saling berjalin. Jika sekumpulan kepercayaan itu belum lengkap pengumpulan
faktanya, maka ia harus dipasok di luar, barang kali oleh metafisika pada saat
itu, oleh sains yang lain, atau oleh kejadian personal dan historis.
Fase paradigma bisa dilihat dari era klasik hingga akhir
abad ke-17 dimana tidak ada periode yang memperlihatkan suatu pandangan
tersendiri yang diterima secara umum. Sebaliknya ada sejumlah aliran dan
subaliran yang bersaingan, kebanyakan diantara mereka mendukung satu sama lain
varian teori Epicuros, teori Aristoteles, atau teori Plato. Setiap aliran yang
bersesuaian memperoleh kekuatan dari hubungannya dengan metafisika tertentu,
dan masing-masing menekankan, seperti pengamatan paradigma, kelompok gejala
optis tertentu yang paling baik diterangkan oleh teorinya sendiri.
Pengamatan-pengamatan yang lain ditangani dengan uraian khusus yang panjang lebar,
atau dibiarkan menjadi masalah yang belum selesai bagi riset selanjutnya.
E. Paradigma
dan Revolusi dalam Wacana Pendidikan
Yang penulis maksud dengan wacana pendidikan di sini
bukan masalah pendidikan secara makro, atau sistem kelembagaan pendidikan secara
luas, tetapi lebih terfokus pada teori belajar yang diinspirasikan oleh
paradigma dan revolusi sains. Istilah paradigma identik dengan “skema” dalam
teori belajar. Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema
ini akan beradaptasi dan berubah seiring perkembangan mental anak. Perubahan
skema ini bisa mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan
proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
XII
A. Pengertian
Hermeneutika
Istilah hermeneutika secara longgar dapat didefinisikan
sebagai suatu teori atau filsafat mengenai interprestasi makna. Dengan membuka
webster Dictionary, istilah ini terungkap pula dalam bahasa inggris
hermeneutics yang berarti ilmu penafsiran, atau menangkap makna kata-kata dan
ungkapan pengarang, serta menjelaskannya kepada orang lain. Sedangkan secara
eimologis, akar hermeneutika berasal dari bahasa Yunani dengan kata kerja
hermeneuein yang berarti “Menafsirkan” dan kata benda hermeneia yang secara
harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau intreprestasi.istilah Yunani
tersebut dinisbahkan kepada tokoh mitiologis yang bernama Hermes, yaitu seorang
utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan jupiter kepada manusia.
B. Sejarah
dan Perkembangan Hermeneutika
Statemen yang menyatakan “man is an interpreter being”
(manusia adalah makhluk penafsir), mengindikasikan bahwa sejarah hermeneutika
sebagai problem penafsiran, usianya setua manusia itu sendiri. Aristoteles
sudah memperbincangkan hermeneutika dalam karya besarnya, organon, peri
hermeneies, yang dialihkan ke dalam bahasa inggris menjadi on interpretation.
Juga sudah disinggung oleh Plato dalam karyanya Oedipus at Colonus. Hermeneutika sudah dimulai sejak era Hermes
atau Nabi Idris sebagai pioner filsuf yang memulai penulisan. Dalam perspektif
Richard Palmer, jika ditinjau secara historis-sosiologis, setidaknya terdapat
enam tipologi hermeneutika.
C. Tokoh
Hermeneutika dan Pemikirannya
Friedrich Schleiermacher, lahir di Breslau Selatan
Polandia (1768-1834). Dia seorang peletak dasar hermeneutika modern sekitar dua
abad lalu. Ayahnya seorang pendeta reformasi yang dipengaruhi oleh gerakan
pietisme. Schleiermacher sangat terkenal di zamannya. Schleiermacher terpilih
jadi dekan pertama Universitas Berlin dan dosen etika serta exegese
(hermeneutika) perjanjian baru, dogmatika dan filsafat. Schleiermacher dijuluki
sebagai bapak Teologi Modern sekaligus sebagai bapak Hermeneutika Modern.
Schleiermacher mencoba menggunakan hermeneutika untuk memberikan pengertian
terhadap berbagai masalah teologi yang sebelumnya dihindari oleh gereja yakni
pertannyaan sekitar validitas catatan-catatan sejarah dan al-Kitab; penjelasan
tentang realitas dan fenomena alam; tentang otoritas agama mengatur kehidupan;
tentang keabsahan klaim-klaim agama atas kemurnian wahyu yang mereka terima di
tengah pluralitas agama di india.
D. Tiga
Paradigma Hermeneutika Kontemporer
1. Hermeneutika
Teoretis
Hermeneutika teoretis setidaknya dicetuskan oleh
Friedrich Schleiermacher. Sebagai perintis hermeneutika teoretis.
Schleiermacher menawarkan dua pendekatan : interpretasi gramatis dan
interpretasi psikologis. Untuk mengakses makna teks, seorang penafsir
(hermeneut) membutuhkan dua kompetensi, yakni kompetensi linguistik dan
kemampuan dalam mengakses alam kemanusiaan (dimensi psikologis pengarang).
Kompetensi linguistik sendirian tidaklah cukup, karena manusia tidak dapat
mengenali wilayah bahasa yang non-definitif. Begitu pula kompetensi dalam
mengakses alam kemanusiaan tidak memadai, sebab kompetensi ini tidak pernsh
sempurna.
2. Hermeneutika
Filosofis
Menurut teori ini. Pemahaman seorang penafsir ternyata
dipengaruhi oleh situasi hermeneutik tertentu yang melingkupinya. Baik itu
berupa tradisi, kultur maupun pengalaman hidup. Karena itu pada saat
menafsirkan sebuah teks seorang penafsir harus atau seyoginya sadar bahwa dia
berada pada posisi tertentu yang bisa sangat mewarnai pemahamannya terhadap
sebuah teks yang sedang ditafirkan. Lebih lanjut Gadaner mengatakan “seseorang
(harus) belajar memahami dan mengenali bahwa dalam setiap pemahaman, baik dia
sadar atau tidak”
3. Hermeneutika
Kristis Habermas dan Apel
Filsuf-filsuf hermeneutika kritis yang sangat terkenal
dalam menuliskan pemikiran-pemikiran hermeneutisnya diantaranya adalah Karl
Otto Apel dan jurgen Habermas. Apel menampilkan wawasan yang agak berbeda
dengan para tokoh hermeneutika sebelumnya.
Apel misalnya
melampui Gadamer tentang historisitas pemahaman, bahwa pemahaman dapat membawa
seorang penafsir kepada kepastian kebenaran yang kritis asalkan saja ia
mengikuti prinsip regulatif yaitu berusaha membangun persetujuan unniversal
dalam sebuh kerangka komunitas intepretator yang tidak terbatas cakupannya.
Dengan kata lain prinsip regulatif merupakan suatu prinsip pemikiran yang
selalu berupaya melakukan perbaikan dan penyempurnaan seiring dengan perubahan
ruang dan waktu tanpaasan. Meski manusia pada dasarnya tidak sempurna dan
percepatan penyelesaian problem melalui indenfikasi objek-objek pembuktian
dalil-dalil.
Subscribe to:
Posts (Atom)