Thursday 26 January 2017

makalah kodifikasi alquran



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al Quran merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril, AlQuran juga dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari, didalamnya terkandung berbagai ilmu pengetahuan, hikmah, dan pengajaran tersirat maupun yang tersurat.
Kemurnian kitab suci Al Quran juga dijamin langsung oleh Allah yang termaktub dalam firman Nya yaitu Al Quran surah Al-Hijr ayat 9 yang artinya “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhna kami benar-benar memeliharannya”.
Al Quran tidak turun sekaligus melainkan turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Pada perjalanannya penulisan Al Quran sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad berlanjut sampai zaman pemerintahannya Abu Bakar dan pada zaman pemerintahan Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan selain Abu Bakar dan Utsman bin Affan tidak terjadi perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al Quran. Kodifikasi yang terjadi pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan terdapat perbedaan penyebab   adanya kodifikasi dan hasil dari kodifikasi yang nanti akan dibahas perbandingan antara kedua Khalifah tersebut .

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kodifikasi Al Quran?
2.      Bagaimana kodifikasi Al Quran pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin?







PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kodifikasi Al Quran
Yang dimaksud dengan pengumpulan Qur’an (jam’ul Qur’an) oleh para ulama adalah dalam firman salah satu dari dua pengertian berikut:
Pertama: pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Al Qur’an ketika Al Qur’an itu turun kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalnya:

لاَتُحَرِّكْ بِهِ لِساَنكَ لِتَعْجَلَ بِهِ, إِنَّ عَلَيْناَ جَمْعَهُ وَقُرْانَهُ, فَاءِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْانَهُ, ثُمَّ إِنَّ عَلَيْناَ بَياَنَهُ.                                                                                                 

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (al-Qiyamah [75]:16-19[1]).
Ibn Abbas mengatakan: “Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al Qur’an yang diturunkan. Ia menggerakkan lidah dan kedua bibirnya karena takut apa yang turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera menghafalnya. Maka Allah menurunkan: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya; maksudnya,
‘Kami yang mengumpulkannya di dadamu, kemudian Kami membacakannya.’ Apabila Kami telah selesai membacakannya; maksudnya, ‘apabila Kami telah menurunkannya kepadamu’ maka ikutilah bacaan itu; maksudnya. ‘dengarkan dan perhatikanlah ia.’ Kemudian, atas tanggungan Kamilah penjelasannya, yakni ‘ menjelaskannya dengan lidahmu.‘ Dalam lafal yang lain dikatakan: ‘Atas tanggungan Kamilah membacakannya.’ Maka setelah ayat ini turun bila jibril datang, Rasulullah diam. Dalam lafal lain: ‘ia mendengarkan. ‘Dan bila jibril telah pergi, barulah ia membacanya sebagaimana diperintahkan Allah’’.
Kedua:pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain[2].
B.     Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin.

Pengumpulan Al Quran dalam Arti Menghafalnya pada Masa Nabi.
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan Allah: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (al-Qiyamah [75]:17). Oleh sebab itu, ia adalah hafiz (penghafal) Al Quran pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Al Quran diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat. Hal itu karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syai-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan dihati mereka[3].


Pengumpulan Al Quran dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi.

Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Al Quran dari sahabat-sahabat terkmuka, seperti Ali, Mu’awiyah, Ubaid bin Ka’ab dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafal di dalam hati. Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur’an yang turun di atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binantang. Zaid bin Sabit berkata:”Kami menyusun Quran dihadapan Rasulullaalan pada kulit binatang.”
Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menuliskan Quran. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selai sarana-sarana tersebut. Dan dengan demikian, penulisan Quran ini semakin menambah hafalan mereka.
Jibril membacakan Qu’an kepada Rasululah pada malam-malam bulan Ramadhan setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas berkata:
“Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahannya pada bulan Ramadhan ketika ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui Jibril pada setiap malam bulan Ramadhan; Jibril membacakan Qur’an kepadanya ,dan ketika Rasulullah ditemui oleh Jibril ia sangat pemurah sekali.”
Tulisan-tulisan Al Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf.rasulullah berpulang ke rahmatullah disaat Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran  secara terpisah dan dalam tujuh huruf, [4]tetapi Al Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap)[5], sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Disamping itu terkadang terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumya. Susunan penulisan Al Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya,tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi. Andai kata (pada masa Nabi) Al Qur’an itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua sampul  dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Pengumpulan Al Quran pada Masa Abu Bakar
Abu Bakar menjalankan urusan islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun dua belas Hijriah melibatkan sejumlah  besar sahabat yang hafal Quran. Dalam peperangan ini  tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khattab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah talah banyak membunuh para qari[6].
Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan di tempat-tempat lain akan membunuh banyak qari pula sehingga Qur’an akan hilang dan musnah. Abu Bakar menolak usulan ini dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat keudukannya dalam qira’at, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zain bin Sabit memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan cacatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun tiga belas Hijri, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Kemudia mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar. Pada permulaan kekhalifahan Usman, Usman memintahnya dari tangan Hafsah[7].
Zaib bin Sabit berkata: “Abu Bakar memanggilku untuk menyampaikan berita mengenai korban perang Yamamah. Ternyata Umar sudah ada di sana. Abu Bakar berkata: ‘Umar telah datang kepadaku dan mengatakan, bahwa perang di Yamamah telah menelan banyak korban dari kalangan qurra dan ia khawatir kalau-kalau terbunuhnya para qurra itu juga akan terjadi di tempat-tempat lain, sehingga sebagian besar Qur’an akan musnah. Ia menganjurkan agar aku memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan Quran. Maka aku katakan kepadanya, bagaimana mungkin kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah? Tetapi Umar menjawab dan bersumpah, Demi allah, perbuatan tersebut baik. Ia terus menerus membujukku sehingga Allah membukakan hatiku untuk menerima usulnya, dan akhirnya aku sependapat dengan Umar.”Zaid berkata lagi:”Abu Bakar kepadaku Engkau seorang pemuda yang cerdas dan kami tidak  meragukan kemampuanmu. Engkau telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu carilah Qur’an dan kumpulkanlah.’’’ ‘’Demi Allah’’, kata Zaid lebih lanjut, “sekiranya mereka memintaku memindahkan gunung, rasanya tidak lebih berat bagiku daripada menggumpulkan Qur’an. Karena itu aku menjawab: ‘Mengapa anda berdua inggin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?’ Abu Bakar menjawab: ‘Demi Allah, itu baik.’ Abu Bakar tetap membujukku sehingga Allah membukakan hatiku sebagaimana Ia telah membukakan hati Abu Bakar dan Umar. Maka aku pun mulai mencari Qur’an. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan hapalan para penghapal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surah Taubah berada pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak kudapatkan pada orang lain, Sesungguhnya telah datang kepadamu seseorang rasul dari kaummu sendiri... hingga akhir surah. Lembaran-lembaran (hasil kerjaanku) tersebut kemudian disimpan ditangan Abu Bakar hingga wafatnya. Sesudah itu pindah ketangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar.”
Zaid bin Sabit bertindak sangat teliti, hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di atas: “Dan aku dapatkan akhir dari surah Taubah pada Abu Kuzaimah al-Ansari, yang tidakaku dapatkan pada orang lain” tidak menghilangkan arti keberhati-hatian tersebut dan tidak pula berarti akhir surah Taubah itu tidak mutawatir[8].
Ibn Abu Daud meriwayatkan melalui Yahya bin Abdurrahman bin Hatib, yang meriwayatkan: “Umar datang lalu berkata: ‘Barang siapa menerima dari Rasulullah sesuatu dari Qur’an, hendaklah ia menyampaikannya.’ Mereka menuliskan Qur’an itu pada lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma, dan Zaid tidak mau menerima dari seseorang mengenai Qur’an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.” Ini menunjukkan bahwa Zaid tidak merasa puas hanya dengan adanya tulisan semata sebelum tulisan itu disaksikan oleh orang yang menerimanya secara pendengaran (langsung dari Rasul), sekalipun Zaid sendiri hafal. Ia bersikap demikian ini karena sangat berhati- hati. Dan diriwayatkan pula oleh Ibn Abu Daud melalui Hasyim bin ‘Urwah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar berkata kepada umar dan Zaid: “ Duduklah kamu berdua di pintu mesjid. Bila ada yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas semua dari Kitab Allah, maka tulislah.” Pada perawi hadis ini orang-orang terpercaya, sekalipun hadist munqati’ (terputus). Ibn Hajar mengatakan: “Yang dimaksudkan dengan dua orang saksi adalah hafalan dan catatan.”

Pengumpulan Qur’an pada Masa Usman
Penyebaran Islam bertambah luas dan para qurra tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qira’at) Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan “huruf” yang dengannya Qur’an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau disuatu  medan peperangan, sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan qira’at ini. Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, di antara orang yang ikut menyerbu kedua tempat iu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaanyan dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataannya demikian Huzaifah segera menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah di lihatnya.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Hafsah mengirimkan kepada Usman, dan Usman memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk menyalinnya. Mereka pun menyalinnya menjadi beberapa mushaf[9].

Perbedaan antara Pengumpulan Abu Bakar dengan Usman
Pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulan yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur’an karena banyaknya para hafiz yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usaman untuk mengumpulkan Quran adalah karena banyaknya perbrdaan dalam cara-cara membaca Qur’an yang disaksikannya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan satu terhadap yang lain.
Pengumpulan Qur’an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan semua tulisan atau catatan Qur’an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang belulang dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak dimasukkan dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur’an itu diturunkan.sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum Muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya. Usman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat. Itu pun atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum Muhajirin dan Ansar yang hadir di hadapannya, setelah ada kekhawatiran timbulnya kemelut karena perbedaan yang terjadi antara penduduk Irak dengan Syam dalam cara qiraat.
Dengan usahanya itu Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengkikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman. para ulama berbeda pendapat tentang jumlah mushaf yang dikirimkan Usman ke berbagai daerah[10]:
A.          Ada yang mengatakan bahwa jumlahnya tujuh buah mushaf yang dikirimkan ke Mekah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain dan Madinah. Ibn Abu Daud mengataan: “aku mendengar Abu Hatim as-Sijistani berkata: ‘telah ditulis tujuh buah mushaf, lalu dikirimkan ke Mekah, Syam, Yaman, Bahrain, Basrah, Kufah dan sebuah ditahanan di Madinah.”’
B.           Dikatakan bahwa jumlahnya ada empat buah, masing-masing dikirimkan ke Irak, Syam, Mesir dan Mushaf Imam; atau dikirimkan ke Kufah, Basrah, Syam Mushaf Imam. Berkata Abu ‘Amr ad-Dani dalam al-Muqni: “ sebagian besar ulama berpendapat bahwa ketika Usman menulis Mushaf, ia membuatnya sebanyak empat buah salinan dan ia kirimkan ke setiap daerah masing-masing satu buah: ke Kufah, Basrah, Syam dan ditinggalkan satu buah untuk dirinya sendiri.”
C.           Ada juga yang mengatakan bahwa jumlahnya ada lima. As-Suyuti berkata bahwa pendapat inilah yang mansyur. Adapun lembaran-lembaran yang dikembalikan kepada Hafsah, tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Stelah itu lembaran-lembaran tersebut dimusnahkan, dan dikatakan pula bahwa lembaran-lembaran tersebut diambil oleh Marwan bin Hakam lalu dibakar[11].





Keraguan yang Harus Ditolak
Ada beberapa keraguan yang ditiupkan oleh pengumbara hawa nafsu untuk melemahkan kepercayaan terhadap Qur’an dan kecermatan pengumpulannya. Disini kami akan kemukakan beberapa hal yang penting di antaranya dan kemudian menjawabnya.
1.      Mereka berkata, sumber-sumber lama (asar) menunjukkan bahwa ada beberapa bangian Qur’an yang tidak dituliskan dalam mushaf-mushaf yang ada di tangan kita ini. Sebagai bukti (dalil) dikemukakannya:

A.    “ Aisyah berkata: ‘Rasulullah pernah mendengar seseorang membaca Al Quran dimasjid, lalu berkata: ‘Semoga Alah mengasihinya. Ia telah mengingatkan aku akan ayat (.anu.) dan ayat (.anu.) dari surah (.anu.).’(.ini.) dan (.ini.).’ Dan ada lagi riwayat yang mengatakan ‘ Aku telah dibuat lupa terhadapnya.’’’
B.     Allah berfirman dalam Surah A’la :
“ Kami akan membacakan (Qur’an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki.” (al-A’la [87]:6-7). Pengecualian dalam ayat ini menunjukkan bahwa ada beberapa ayat yang terlupakan oleh Rasulullah.







PENUTUPAN
A.    Kesimpulan

a)      Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua Al-Qur’an itu telah dituliskan dan telah tersusun berdasarkan petunjuk Rasul, walaupun sutat-suratnya belum tersusun seperti apa yang dilihat sekarang ini dan tulisan-tulisannya belum terhimpun dalam satu kesatuan yang terdiri dari benda-benda yang beragam.
b)      Pengumpulan Al-Qur’an di masa Abu Bakar ini ialah bahwa Al-Qur’an itu terkumpul di dalam satu mushaf yang terbuat dari lembaran-lembaran yang beragam, baik bahannya maupun ukurannya, dan ayat-ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah ditunjukkan Rasulullah.
c)      Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan adalah menyeragamkan bacaan Al-Qur’an dengan jalan menyeragamkan penulisannya kemudian membukukannya dengan menyalinkan kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah  ditulis pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushaf yang lebih sempurna yang akan dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai sumber bacaan dan hafalan lalu diperbanyak dan dikirimkan ke daerah-daerah.
B.     Saran
a)       Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW harus lebih menghargai dengan kerja keras Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang berjuang mati-matian untuk mengumpulkan ayat-ayat alqur’an yang terpisah-pisah dari penghafalnya lalu di kumpulkan di kitabkan yang disusun begitu rapi dan tersusun
b)      Kita harus membacanya, mengamalkan, menyakininya, lebih baiknya mengetahui maknanya. Karna itu alquran sebagai pedoman hidup kita
c)      Kita minta maaf apabila ada kesalahan di makalah kita, karna hanya ini yang kita bisa curahkan.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan,Munna Kholil.1973. studo ilmu-ilmu al-Qur’an.JAKARTA: PT Pustaka Litera Antarnusa.

 






[1]  Manna Kholil al-Qottan,studi ilmu-ilmu al-Qur’an.(jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa,1973),178

[2] Ibid.175
[3] Ibid.179-180

[5] Ibid.185-187
[6] Ibid.188
[7] Ibid.189.
[8] Ibid.191.
[9] Ibid.193.
[10] Ibid.196-199.
[11] Ibid.200.


No comments:

Post a Comment