Saturday 5 May 2018

Apakah engkau sudah jujur


APAKAH ANAK DIDIKMU SUDAH JUJUR
Penulis : Mochamad Samsul Mughis
NIM : (932132916)
Mata kuliah : Metodologi Pendidikan Agama Islam
Dosen pengampu : Sufirmansyah M.Pd.I
Kelas : D

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
STAIN KEDIRI
2018


ABSTRAK
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia. Kehidupan dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak bisa tegak diatas kebohongan, penghianatan serta perbuatan curang.
Jujur dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan yang amat erat yang membuat keromantisan kedua pihak. Di dalam lingkup pendidikan terutama pada sang peserta didik, mereka sulit untuk jujur pada dirinya sendiri, padahal dalam mencari ilmu itu perlu adanya kejujuran, ketika sudah bisa maka bilang sudah bisa, dan jika belum bisa maka bilanglah juga belum bisa. Ini yang sekarnag tidak di sadari oleh para guru, ketika menerangkan sesuatu di dalam kelas, dan muridnya ada yang sudah paham, ada yang sulit untuk memahami pelajaran dan bahkan ada yang tidak paham sama sekali. Ini lah yang menjadi problem matika transfer ilmu sekarang.


PENDAHULUAN
Sekolah adalah tempat dimana anak-anak menemukan kejujuran, kesederhanaan dan sikap egaliter. Di sana anak-anak belajar tentang kejujuran, belajar tentang etika dan moral, belajar menjadi dirinya, belajar saling mengasihi, belajar saling membagi. Di sana anak-anak memperoleh perlindungan dari penipuan, kebohongan, kedustaan, di sana mereka belajar tentang demokrasi, kejujuran, kebebasan berbependapat, cinta kasih. Pokoknya sekolah adalah tempat  memanusiakan manusia yang berkarakter mulia dan berbudi luhur.
Salah satu problematika dalam lingkup pembelajaran adalah ketidak jujuranya dengan diri sendiri, dimana peserta didik seharunya paham atas apa yang di sampaikan oleh sang guru, dan dari sini guru menuntut dan berharap peserta didik sejalan dengan apa yang di inginkan oleh sang guru, dan intinya adalah peserta didik bisa paham atas apa yang sudah disamapaikan oleh sang guru.
Guru tidaklah mungkin tahu secara mendalam, guru bukanlah tuhan yang mengetahui segala hal yang ada di dalam pikiran dan apa yang didalam hati ciptaanya. Guru cuman mengetahui tingkat penangkapan paham materi cuman melewati tugas-tugas dan pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan guru kepada sang peseta didik. Ketika semua murid di tanya oleh guru “Apakah semuanya paham..?” pasti kemungkinan besar peserta didiknya menjawab dengan lantangnya “Paham” padahal dari sebanyak itu ada yang masih belum paham, dan mereka terdiam saja, dan bahkan juga menjawab paham,  inilah yang membuat ketidak jujuran pada diri anak peserta didik, masih ada tanda tanya besar dalam permaslahan ini, apakah ketidak pahaman peserta didik akan hakekat kejujuran dan bahkan munkin adakah rasa malu atau takut kepada guru dan temanya.
Semua permasalahan ini memang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan guru sekarang, apakah gurunya yang mendekatkan hatinya dengan muridnya, akibatnya terjadi skat secara tidak sadar antara murid dengan sang guru. Guru hanya mengetahui sifat-sifat problem besarnya saja, tetapi problem ini di anggap sepele, sehingga pembelajaran seakan-akan berjalan dengan lancar secara setruktural.


PEMBAHASAN
Salah satu yang menjadi masalah di negeri ini, yang sulit dicari kebenaran dan solusinya adalah tentang ketidak jujuran. Banyaknya kasus korupsi, penipuan, penggelapan uang, dan kasus kriminal lainnya didominasi oleh ketidak jujuran. Jangan sampai anak didik kita terjebak dalam kasus-kasus tersebut. Untuk itu pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah, agar anak menjadi generasi penerus yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Contoh lain juga dapat kita lihat pada kegiatan belajar disekolah. Siswa yang duduk dibangku sekolah dasar, sering mengalami kesulitan dalam menerapkan sikap ketika proses belajar berlangsung. Terkadang mereka terlihat bertingkah laku dengan , tapi tanpa kita sadari ketika materi yang diberikan oleh guru bidang studi belum dapat dipahami, mereka menyembunyikan hal itu. Mereka bahkan mengatakan bahwa mereka telah memahami materi tersebut. Hal ini dengan sendirinya akan mengajak mereka untuk berbuat tidak terhadap mata pelajaran yang mereka pelajari.
“Sekolahan dibangun bukan hanya untuk menghasilkan orang pintar, tetapi juga dibangun diatas cita-cita besar, menghasilkan manusia bermoral dan berjiwa surfival.”
Ada sebuah pertanyaan..? Kenapa peserta didik kebanyakan tidak jujur khusunya dalam dirinya sendiri.
Contohnya : jika guru saat di dalam kelas, setelah selesai menerangkan materi, dan gurupun bertanya kepada sang murid. Apakah semuanya sudah paham ?, secara sepontan muridpun akan menjawab “Faham” walaupun kenyataanya mereka masih belum pada faham dan ada juga sebagian amurid yang belum faham sekali, inilah yang saya maksud tidak jujur dengan dirinya sendiri. Apalagi pada murid-murid SD dan SMP pasti mereka masih awan dengan sifat jujur untuk dirinya sendiri.


Ada dua faktor besar yang mempengaruhi peserta didik tidak jujur dengan dirinya sendiri.
Takut dimarahi dan dihukum
Malu dengan teman dan gurunya
Melihat kebohongan yang ada disekitarnya, misal teman sama teman yang masih sama-sama tidak faham berkata faham, maka mereka yang tidak faham akan juga ikut berkata faham.
Peranan penting dalam mengembangkan nilai kejujuran ini adalah salah satu faktor yang membuat setelah materi yang di terangkan guru dan pelajaran sudah selesai, ternyata murid tidak faham sama sekali. Inilah bisa katakan ketidak suksesan pentransferan ilmu yang dilakukan oleh seorang pendidik.

Ketika murid tidak faham pasti gurunya yang selalu disalahkan, dengan alasan cara penyampain yang kurang profesional, dengan setrategi yang kurang menguasai, kesalahan metode yang di gunakanya atau munkin dengan alasan yang masih banyak lagi yang intinya menyalahan gurunya. Mari kita rubah pemikiran kita, ketika sang pendidik sudah profesional dan hasil ternyata hasil kurang maksimal.
Memang benar apa yang di katakan oleh Syamsu Yusuf dan Nani Sugandhi dalam bukunya bahwasanya Guru sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Tetapi tak sebegitu besarnya kesalahan terletak di seorang guru. Dengan kata lain bahwasanya kita perlu menanamkan jiwa kejujuran secara maksimal kepada sang peserta didik.
Mengembangkan nilai kejujuran pada anak, orang tua dan guru sangat berperan penting. Orang tua dan guru adalah orang yang paling dekat dan paling mempengaruhi pertumbuhan anak.
Menurut pandangan Psikologi dalam bukuya Abu Ahmadi & Widodo Supriyono meneranagkan bahwa Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak. Tidak hanya kognitif dan psikomotornya yang diperhatikan khusus, kepribadianpun harus di perhatikan secara khusus, dalam secara khusus jujur dalam dirinya sendriri dalam menangkap pelajaran.

Sedangkan menurut kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Wahyuddin Nur Nasution menerangkan guru/pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, segala potensi yang ada pada peserta didik. Serta membersihkan hati peserta didik agar bisa dekat dan berhubungan dengan Allah SWT. Dengan keiman yang besar akan menumbuhkan sifat-sifat yang khasanah, terutama khasananh dalam dirinya sendiri, degan kata lain tidak berbohong dengan dirinya sendiri.

Tidak hanya di sekolahan dasar saja, diperguruan tinggipun masih banyak banyak mahasisawa yang tidak jujur dengan dirinya sendiri, kasusnya tidak lain hampir sama dengan anak-anak SD,SMP/SMA, yang belum jujur, ketika di tanya, “semuanya sudah faham..?”,dan kata lain tidak harus dosenya yang disalahkan, dengan alasan yang tertentu yang menyalahkan dosenya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 menerangkan bahwa Dosen  adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tetap masih dalam konteks tranformasi ilmu, masalah ini jika dibiarkan terus-menerus maka transformasi tidak akan menggapai apa yang menjadi tujuan utamanya pendidikan itu.
Keahliaan guru untuk membuat sang murid paham akan pentingnya kejujuran tidak sama dengan guru lain, ada yang sudah ahli dalam menerapkanya kejujuran dengan setrategi dan metode tertentu dan ada yang masih kesulitan untuk menerapkanya. Dan ada cara atau setrategi dan metode khusus untuk membuat dan menerapkan sifat jujur kepada sang murid, ketidak sama’an setrategi dan metode itu di karenakan karakter dan sifat seorang guru yang berbeda .Karakteristik guru adalah segala tindak tanduk atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya, sikap guru dalam meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan, memberi arahan, bimbingan dan motivasi kepada peserta didik, cara berpakaian, berbicara, dan berhubungan baik dengan peserta didik, teman sejawat, serta anggota masyarakat lainnya.
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia. Kehidupan dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak bisa tegak diatas kebohongan, penghianatan serta perbuatan curang, kehidupan masyarakat tidak akan bisa tentran jika mereka masih hidup di atas pendustaanya sendiri. Inilah analogi yang ada di kehidupan sekarang. Jika semua ini memasuki dunia pendidikan maka tidak akan semurna pendidikan itu sendiri. Jika belum bisa menerapkan kejujuran terhadap dirinya lebih pentingnya terhadap pengetahuan, jika murid tidak jujur apakah sudah paham atau belum paham, mana mungkin sang guru mengetahui tingkat pemahaman materi yang di peroleh sang murid.
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin menjelaskan bahwa Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Menurutnya jujur merupakan sebuah perkataan yang sifatnya apa adanya, dan lawanya adalah dusta, menurutnya juga bahwa jujur tempatnya di tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang.
Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Melatih diri dari berbagai kondisi, seperti dicontohkan dalam hadis sekalipun ketika bergurau. Orang seperti itulah yang dijamin mendapat tempat disurga. Namum perhatikanlah hadits berikut:
لَيْسَ الْكَذّابُ الّذِيْ يُصْلِحْ بيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِى خَيْرًا أوْ يَقَوْلَ خَيْرًا {رواه بخاري}
Artinya:
“Bukanlah disebut pembohong, orang yang mendamaikan/merukunkan manusia. Ia mendatangkan apa yang menyebabkan kebaikan, atau mengucapkan perkataan yang membawa kebaikan. (H.R. Bukhori).
Didalam hadist dijelaskan bahwa orang yang mendamaikan/merukunkan sesama manusia, yang dimana setiap perkataanya terdapat kebaikan dan mengakibatkan kebaikan, maka orang itu tidak di sebut pembohong. Orang yang baik perkataanya dan tingkahlakunya pasti orang lain atau temanya akan suka berteman dengannya, dengan perkataan yang baik dan tingkah laku yang baik, pasti tidak akan muncul kesenjangan melainkan timbul kerukunan yang membuat dekat pertemananya. Kalau prinsip ini di terapkan dalam kehidupan siswa, maka siswa satu dengan siswa yang lainya akan terbentuknya kerukunan yang sempurna, tidak ada pertikaian yang selalu membuat ribut para siswa, dan jika ini terealisasikan dalam sistem pembelajaran, maka akan timbul kerukunan dan saling mempercayai dalam mengatasi kekurangan dan kebingungan antar teman yang sulit untuk memahami pelajaran.
Di singgung juga oleh Asep Saifullah dalam bukunya yang berjudul “mukjizat sabar” bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang bisa membalas kebajikan kecuali kebajikan itu sendiri. Oleh karena itu, setiap orang yang berbuat bajik akan merasakan kelegaan dan kepuasan hati setelah melakukan kebajikan itu. Sebuah perilaku yang membawa kebaikan akan mendapatla perilaku baik juga, karena sudah berperilaku baik maka akan di balas dengan perilaku yang baik pula.
Maka dari itu Muhammad Rabbi dan Muhamad Jauhari menerangkan dalam bukunya bahwasanya Islam menekankan untuk mendidik dan menanamkan sifat jujur kepada anak-anak sejak dini hingga ia tambuh menjadi orang yang jujur. Sebab jika ia dididik dusta, ia tak akan pernah tahu nilai kejujuran dan kebenaran setelah dewasa. Sangat pentingnya penanaman sifat jujur kepada anak didik sejak kecil, karena dengan penanman sifat jujur sejak kecil maka nanti kakau sudah besar akan menciptakan rasa sifat kejujuran itu sangatlah tidak susahdan bahkan sudah sampai melekat dalam diri seorang anak didik saat menuntut ilmu.
K.H Ali Yafi menerangkan dalam bukunya, bahwa kalau keimanan diibaratkan satu pohon, maka tentunya yang paling diharapkan dari pohon itu adalah buahnya. Gambaran ini berlaku bagi pertumbuhan keiaman dalam diri setiap orang. Penjelasan ini semakin memperkuat betapa pentingnya akhlak dalam kehidupan seorang muslim, sebagai hasil sebuah dari keimanan dalam dirinya. Iman itu tempatnya di dalam hati, dan akan terealisasikan melalui akhak-akhlak yang dalam kehidupanya. Dengan itu yang dinamakan buahnya adalah akhlak dan iman sebagai pohonya, karena dengan akhlak keimanan manusia itu bisa di lihat.
Maka sangat penting adanya pelajaran Pendidikan Agama khususnya Aqidah Akhlak yang mana di dalamnya di beri pengertian dan penjelasan agar para siswa dapat berakhlakul karimah dan berlandasan pada keiman yang kuat terhadap Allah, bahwa manusia itu harus beriman dan berakhlakul karimah.


KESIMPULAN
Ketika kejujuran sudah melekat pada dalam diri manusia pasti tidak ada keraguan yang menyelimuti kehidupanya. Saat proses pembelajaran ketika guru dan murid melakukan Peranan yang sangat penting dalam mengembangkan nilai kejujuran ini adalah salah satu faktor yang membuat peyampaian atau pemahaman murid akan halnya materi secara maksimal dan jika ada permasalahan setelah materi yang di terangkan guru dan pelajaran sudah selesai, ternyata murid tidak faham sama sekali. Inilah bisa katakan ketidak suksesan pentransferan ilmu yang dilakukan oleh seorang pendidik.
Siswa yang duduk dibangku sekolah dasar, sering mengalami kesulitan dalam menerapkan sikap jujur ketika proses belajar berlangsung, jujur dalam diri sendiri atas tingkat kepahamanan, jika sudah paham maka tuganya adalah mengajarkan kepada siswa yanglain yang belum paham, dan untuk siswa yang belum paham maka tugasnya adalah bertanya kepada guru dan temanya yang sudah paham.
Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak, dengan memahami karakter siswa dan kebiasaan siswa yangsatu sama lain berbeda.
Guru sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Bahwa Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang.
Islam menekankan untuk mendidik dan menanamkan sifat jujur kepada anak-anak sejak dini hingga ia tambuh menjadi orang yang jujur. Sebab jika ia dididik dusta, ia tak akan pernah tahu nilai kejujuran dan kebenaran setelah dewasa. Sangat pentingnya penanaman sifat jujur kepada anak didik sejak kecil, karena dengan penanman sifat jujur sejak kecil maka nanti kalau sudah besar akan menciptakan rasa sifat kejujuran itu sangatlah tidak susahdan bahkan sudah sampai melekat dalam diri seorang anak didik saat menuntut ilmu


DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta, Rineka, 1991).
Achmad Sunarto Syamsudin Noor, Himpunan hadis Shahih Bukhari (Jakarta, Annur Press, 2008).
Asep Saifullah, Mukjizat Sabar (Bandung: Mizan Pustaka, 2009).
https://id.wikisource.org/wiki/Undang_Undang_Republik_Indonesia_Nomor_14_Tahun_2005. Di akses pada 07-04-2018, 23:52.
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim (Bandung, Rosdakarya, 2006)
H. Rachmat Syafe’I, Al-Hadis Aqidah-Akhlaq-Sosial dan Hukum, (Bandung, Pustaka Setia, 2000).
K.H. Ali Yafie, Beragama Secara Praktis (Jakarta: Hikmah 2002).
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami (Bandung: Pustaka Setia, 2006).
Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, ( Jakarta, Rajawali Press 2012).
Wahyuddin Nur Nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran (Medan, Perdana Publishing, 2011).

No comments:

Post a Comment