Monday 17 September 2018

INI ALASAN KENAPA PARA SANTRI SUKA MENATA SANDAL


  1. INI ALASAN KENAPA PARA SANTRI SUKA MENATA SANDAL


Ngalap berkah dengan menata sandal

التبرُّكُ بالنَّعلين من الوليِّ أفضلُ منه بغيرهما لأنهما يَحمِلانِ الجُثَّةَ كلَّها . ( الفوائد المختارة : ٥٧٠ )

Ngalap berkah melalui sandal seorang wali labih utama dari pada dengan selainnya. Karena sandal di gunakan untuk membawa jasad seutuhnya.

Satu hal unik yang sudah menjadi ciri khas santri adalah mereka suka berebutan menata sandal kyainya. Menata sandal kyai adalah bentuk kepatuhan yang tulus dan keta'dziman kepada sosok guru atau kyai dan diyakini didalamnya ada keberkahan. Santri menyebutnya sebagai upaya ngalap berkah.

Perbuatan menata sandal ini juga melibatkan  2 kyai besar Indonesia yaitu KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari saat mereka bersama berguru pada Kyai Sholeh Darat Semarang.

Keduanya selalu berebutan dan bersaing untuk dapat menata sandal kyainya. Sebagai ganjarannya, karena perbuatannya itu dimata Kyai keduanya dipandang sangat istimewa.

Kegiatan menata sandal ini terlihat sepele, namun ternyata ada dasar kisah dibalik perbuatan yang melibatkan 2 ulama besar Indonesia itu. Ceritanya adalah sebagai berikut :

Di zaman Rasulullah Saw ada seorang bocah berumur belasan tahun bernama Salman. Ia selalu datang lebih dulu ke Mesjid sebelum nabi Muhammad saw datang. Setelah nabi Muhammad saw masuk mesjid, Salman kemudian bergegas merapikan dan membalik posisi sandal Rasulullah. Hal itu dilakukan setiap hari sehingga membuat Rasulullah saw penasaran untuk mengetahui siapa yang melakukan itu.

Suatu kali saat masuk Mesjid, Rasulullah saw sengaja bersembunyi untuk melihat siapa orang yang merapikan dan mengubah letak sandalnya. Saat itulah dilihatlah Salman yang melakukannya.

Nabi Muhammad saw kemudian mendoakan Salman agar menjadi orang yang alim dalam ilmu Fiqh. Setelah dewasa dikalangan ulama Salman dikenal kemudian sebagai ahli Fiqh sesuai nabi saw doakan terhadapnya. (dari buku kebiasaan 2 ulama besar KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari)

Wallahu a’lam bisshowaab...

Saturday 15 September 2018

Ceritaku Shardi si-Anak Desa

Ceritaku Shardi si Anak Desa
Shardi. Iya. Aku ingin menulis tentang dirinya lagi. Entahlah, aku tak tahu kenapa anak desa itu menarik keinginanku untuk menulis tentang dirinya.

Shardi adalah pemuda yang unik. Kini dia sedang menempuh kuliah S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Malang. Dia berasal dari Desa Dadapan, desa yang sering kuceritakan di tulisan-tulisanku sebelumnya.
Shardi beruntung mendapat Bidikmisi, sebuah program bantuan biaya kuliah yang dari pemerintah (tentu saja dengan menggunakan uang rakyat) untuk mahasiswa yang orangtuanya termasuk kategori miskin. Tanpa program biasiswa itu, dia tak tahu lagi harus bagaimana menghibur nafsunya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Bapaknya hanyalah seorang buruh tani yang gajinya hanya 30 ribu perhari. Emaknya adalah ibu rumah tangga yang juga pencari rumput untuk kambing-kambingnya. Bapaknya lulus Madrasah Tsanawiyah, Emaknya lulus Madrasah Ibtidaiyah. Sebuah sekolah non formal di suatu pondok pesantren. Keduanya kini berusia sekitar 60 tahun. Usia yang seharusnya sudah meninggalkan kerja-kerja berat.
Setiap hari hati Shardi menangis mengingat kedua orangtuanya. Dia kecewa karena hingga saat ini masih belum bisa membahagiakan orangtuanya. Dia masih menemouh kuliah semester lima. Itu pun hanya kuliah. Dia aktif di organisasi ekstra kampus. Suatu organisasi yang jelas tidak akan membawa penghasilan (uang) sedikit pun.
Uang sakunya yang ia peroleh dari program bidikmisi adalah 650 ribu per bulan. Itu cair 6 bulan sekali. Terakhir cair adalah bulan maret lalu. Yaitu 3,9 jt. Tapi itu semua udah habis, untuk biaya mondok, bayar utang, dan untuk membeli beberapa keperluan kuliah.
Tanggal 20 Juni 2018 kemarin dia kembali ke Malang (sebelum itu ia mudik di kampung halaman). Sejak tanggal itu dia tidak pernah minta uang saku ke orangtuanya. Dia tidak tega. Wajtu itu orangtuanya memberi ia uang saku 100 ribu. Dia gunakan untuk beli tiket kereta api dan 4 porsi nasi goreng untuk teman-temannya di pondok (di Malang, ia mondok).
Dia beruntung punya kakak pertama yang sudah bekerja. Sudah lulus kuliah. Dari kakak pertamanya itulah dia meminta uang saku. Itu pun dia selalu tahu diri. Tidak mau minta yang berlebih. Dia harus hemat untuk hidup di perantauan. Kakaknya selalu mentransfer uang untuknya. Kadang 200 ribu, kadang 300 ribu.
Setiap kakak pertamanya mentransfer, Shardi selalu mencatat tanggalnya. Dia menghitung kira-kira kapan dia pantas meminta uang saku lagi dengan menghitung penggunaan uang rata-rata 10-15 ribu/hari. Andai uangnya habis sebelum waktu ia "pantas" meminta kiriman. Ia berusaha cari utang ke temannya. Dengan komitmen pertemananlah yang menjadi jaminan utangnya.
Namun Shardi tidak pernah utang langsung dengan nominal yang banyak. Mungkin dia hanya uang 10 ribu hingga 50 ribu. Paling sering, ia utang 20 ribu. Namun, dia juga pernah utang (dan sampai sekarang belum kesaur) dengan nominal lebih besar dari biasanya, yaitu 500 ribu. Dia utang segitu adalah untuk keperluan organisasi yang ia ikuti.
Dia anak yang ceria. Tidak pernah menampakkan masalahnya kepada orang lain. Setiap kami ngopi, dia selalu cerita banyak hal yang menyenangkan. Seperti manusia bebas yang tak punya masalah. Andai orang lain melohatnya, pasti juga tidak akan tahu bahwa Shardi punya masalah yang cukup rumit. []

Penulis Kompasiana, Syarif Dhanurendra
Sedang menempuh S1 Jurusan Sejarah di Universitas Negeri Malang (UM). Suka membaca dan menulis hal-hal yang tidak penting.
Post by https://www.google.com/url?q=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTGtS7WOgEZGGPnTGiiEwl91hvh7P-9PTpKldP1EYzWoluSvtjzS-8Zsqz9ruSFIT8dTKWom_xrgpBMeDtYKkOoTH7i63jUU3ydA11xiFNKKUDIufDhOZq-HLqtqo1XhsTr5IKGEQ6yho/s1600/meraih.jpg&source=gmail&ust=1537153960126000&usg=AFQjCNFi0siy5Ty3zkZpjIrWCr-Zpso9Dg

Tuesday 11 September 2018

Menjadi Penerima Bidikmisi Tak Semudah Njeplake Lambemu



Menjadi Penerima Bidikmisi Tak Semudah Njeplak E Lambemu
Oleh: Alrisya Ruwanti
Beberapa minggu yang lalu, sebuah website yang kini mulai jadi perhatian Istana Negara merilis sebuah tulisan yang benar-benar memilukan. Kisah anak horang kayah yang ikut bertarung dalam perebutan Bidikmisi. 
Gaes, sebagai warga yang hidup di negara yang kerap amnesia, saya harus mengingatkan lagi bahwa  Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan untuk anak-anak miskin. 
Kurang jelas lagi? Misqueen. Masih mau lebih jelas lagi? Anak-anak tak mampu adalah mereka yang nggak punya dana untuk kuliah ke jenjang lebih tinggi kecuali jika mau menjual ginjalnya. 
Dan jangan salah. Para penerima Bidikmisi bukan dari golongan yang suka menghambur-hamburkan dana dari pemerintah untuk hal-hal yang tidak berfaedah. Bagaimana kami bisa berbelanja jika untuk memenuhi kebutuhan pokok saja kami harus koret-koret.
Iya, koret-koret. 
Memang, kuliah kami gratis. Dan kami masih mendapat uang saku sebesar Rp 650.000 yang cair setiap tiga bulan sekali kalo lancar. Tapi tidak lantas dengan fasilitas itu kami bisa nongkrong syantik di kafe kekinian. Atau menggunakannya untuk berduaan dengan pacar. 
Bahkan, pengen berduaan dengan dirimu Iqbaal saja tak sedikitpun terlintas di benak kami. 
Bagi saya yang kebetulan kuliah di kota besar seperti di Surabaya, Rp 650.000 sebulan gak akan cukup untuk biaya makan plus kos. 
Beruntunglah mereka yang punya keluarga jauh di Surabaya. Bisa nebeng. Atau cowok-cowok penerima Bidikmisi yang bisa nunut di masjid sekaligus jadi marbot—yang kalau istiqamah bisa jadi akhi-akhi ganteng. Ghadul bashar saat bertemu akhwat. Subhanallah.
Bagaimana dengan saya, anak perantauan yang tak punya keluarga di Surabaya dan tak mungkin juga jadi takmir masjid. 
Aku bisa apa, Gaes?
Di Kota Surabaya jaman sekarang, berat bahkan gak mungkin hidup dengan cuma modal Rp 650.000 per bulan.
Biasanya kita anak rantau nyari rumah kontrakan barengan temen-temen. Kalau mentok ya tinggal di kos-kosan yang jikalau mobil-mobilan bukanlah mobil beneran lantas apakah kos-kosan juga bukan kos betulan? 
Duh, kotanya Cak Lontong ini memang!
Biaya kos di Surabaya juga ga bisa dibilang murah. Dari yang mahal berjuta-juta per bulan sampai yang standar Rp 500-700.000. 
Belum lagi kalau dana Bidikmisi telat dari pemerintah. Siap-siap aja cari kosan temen buat numpang tidur gegara kosmu digembok bapak kos karena udah tiga bulan nunggak. 
Masih untung sih daripada barangnya dikeluarin kaya mbak-mbak lantai bawah.
Di Kota Surabaya jaman sekarang, berat bahkan gak mungkin hidup dengan cuma modal Rp 650.000 per bulan. Memang lebih murah dari Jakarta, tapi tetap nggak masuk di budget dengan uang sebesar itu. 
Tempe penyet saja sudah tembus Rp 10.000. Kalau sebulan dengan makan sehari tiga kali saja sudah lebih dari budget. Apakah saya harus puasa ngrowot gaes? 
Makanya anak Bidikmisi harus bisa ngatur uang. Jangan sering-sering makan di warung nasi padang kalo gamau dompetmu cepat kering kerontang. 
Biasanya anak-anak Bidikmisi bukanlah survivor kelas teri. Mereka bisa cari makan dengan harga Rp 5.000 sudah dapet sayur, dadar jagung sama nasi. Juara di harga dan dijamin bikin kenyang untuk masalah porsi. 
Tapi kalo rasa ya dipikir keri. Namanya juga anak Bidikmisi. Kalo mau sering makan enak, banyakin aktif di kampus ikut kegiatan. Kan lumayan tiap ada event bisa dapet nasi bungkus atau kotakan. 
Dapet juga cemilan kalo pas lagi ada kajian. Deket sama warga lokal juga bisa jadi pertimbangkan, lumayan biasanya dapet nasi besek kalo ada selametan. Xixixixi.
Anak Bidikmisi makin menderita kalau pencairan telat.
Giliran tepat waktu uang kita dibuat bayangan sama kampus. Maksudnya, saldonya dicetak di buku tabungan tapi di ATM saldo kosong. :'(
Coba jadio anak teknik sing entuk mata kuliah mekanika fluida dengan dosen yang selalu absen. Satu semester cuma masuk 5 kali.
Selain itu, kami juga dituntut untuk berprestasi. Berprestasi di sini bukan berarti harus pinter jadi juara karya ilmiah mahasiswa, lomba cerdas cermat, klompencapir, kuis bola, atau menang give away yang diadakan para selebgram. 
Juara memang jadi nilai tambah. Tapi yang diharapkan bukan itu maksudnya.
Berprestasi adalah indeks prestasi (IP) kita ga boleh turun tiap semester. IP yang dipatok pemerintah sih minimal 2,75 . Tapi di kampusku mintanya IP minimal 3,00. 
"Halah mek IP minimal 3 ae. Kacek titik ae lho!” mungkin kalimat itu bakal kalian ucapkan kalo kalian mahasiswa yang pintar atau kuliah di tempat dengan dosen Robin Hood—mengambil nilai dari para siswa yang pintar dan membagikannya kepada siswa yang bodoh.
Meski terlihat beda tipis, tapi enggak setipis itu. Lirik lagu Peterpan aku menunggumudan asu menunggumu juga bedanya tipis. Tapi kan maknanya jauh banget gaes! Begitu pula selisih 0,25 poin di IP. 
Kalau kalian melontarkan kalimat itu ke saya, jangan harap bakal kujawab dengan senyum ramah nan manjah ala cewek-cewek dolanan Tik Tok. Ndasmu sempal a! 
Coba jadio anak teknik sing entuk mata kuliah mekanika fluida dengan dosen yang selalu absen. Satu semester cuma masuk 5 kali. Itupun masuknya di 15 menit terakhir. Memangnya Anda Sir Alex Ferguson yang pengen anak buahnya mencetak gol di injury time?
Gak gagal di matkulnya dan ga ikut semester pendek aja udah bersyukur. Bisa sedikit leren menikmati “me time”. Yakali me time-nya seperti Incess. Ini resik-resik kos yang bangun tidur selalu ada cupang kenangan baru dari nyamuk yang semalem mencumbu. Saking betahe mereka bersarang di baju-baju yang menggantung di kamarmu. 
Semester pendek itu bayar, per SKS Rp 60.000. Satu matkul 2 SKS. Berarti kamu harus mengeluarkan biaya Rp 120.000.
Satu lagi tentang semester pendek. Semester pendek itu bayar, per SKS Rp 60.000. Satu matkul 2 SKS. Berarti kamu harus mengeluarkan biaya Rp 120.000. Biaya yang lumayan banget buat anak Bidikmisi. 
Duit segitu bisa dipake ongkos pulang ketemu simbok! Kalo kalian anak taipan, uang sebesar itu cuma jadi biaya langganan kuota mobile internet seminggu!
Ya, intinya harus bisa pandai-pandai bergaul. Pandai bersyukur. Selalu ingat Tuhan dan orang tua. Yakinin dalam hati, kalau ga ada gembok yang diciptakan tanpa kunci. Ga ada masalah tanpa solusi. Gak mungkin jomblo diciptakan tanpa pasangan, meski untuk sementara masih jadi milik orang.
Sebenernya masih banyak sih lika-liku jadi anak Bidikmisi. Tapi cukup gausah diceritain, bisa sedih nanti. Aku takut kamu jadi ikut sedi... Hihiihihiksss. :’)


Di kutip dari pesan email dan alamat ini
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz46pSy-_R988CIHecIhiDe0X22FQ_H49d8rE7ml-EG2K64VGTUbMl2aTb8y-9MzI6ncmVeD96AGGa_4j5mn-8oJ0oTDV9oniI2KXmfxX2hastJt9enpQRrbja8EjsEDflgskErX-QXxI/s1600/njeplak.png

Mengenal Sosok Haris, Mahasiswa Bidikmisi Berprestasi




Haris Sai Anhar merupakan mahasiswa berprestasi (Mawapres) Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2018.

Ditahun yang sama ia terpilih menjadi juara harapan II Mahasiswa Bidikmisi Berprestasi dan Terinspiratif Tingkat Nasional dalam ajang Gebyar Mahasiswa Bidikmisi Nusantara yang bertempat di Medan. Ia juga menjadi juara 1 Lomba Debat Mahasiswa Tingkat Nasional di Bangka Belitung.

Selain prestasi dan peghargaan, rentetan riset dan uji cobanya juga telah banyak dilakukan. Seperti pengolahan sabut kelapa menjadi bantal refleksi yang ia sebut dengan Osaka (Olahan Sabut Kelapa). Inilah yang mengantarkan Haris menjadi Mawapres Fakultas Pertanian. Tidak hanya dalam hal pertanian saja, Haris juga kerap mengadakan Traning Motivasi untuk anak-anak SMA yang tak lain tujuannya untuk memotivasi anak muda.

“Mahasiswa tugasnya kan bukan hanya belajar di dalam kelas, mahasiswa itu harapan masyarakat untuk membantu mereka dalam meningkatkan maupun membantu masyarakat dalam segala hal, sesuai dengan bidangnya masing-masing," ungkap pemuda berusia 23 tahun ini.

Anak dari pasangan Sutiyo (alm) dan Sumarni ini sejak SMA sudah dihadapkan dengan ujian hidup. Ayahnya terkena serangan stroke dan akhirnya meninggal. Keadaan ini memaksa Haris untuk hidup mandiri. Walaupun sempat gagal kuliah ia tidak pernah menyerah untuk mengejar cita-citanya. 

Tidak hanya aktif dalam dunia kampus, kerasnya hidup membuatnya bisa survive. Berbagai macam pekerjaan sudah ia coba, mulai dari sales asuransi, penjual kartu internet, penjual sayur, penjual telur keliling, sales perumahan, menjadi MC dalam acara-acara seminar, dan lain sebagainya. Sampai akhirnya sekarang dia menggeluti usaha dibidang laundry dengan brand iKi laundry dan jasa karangan bunga.

Anak kedua dari 3 bersaudara ini juga sedang merintis usaha di bidang pertanian yang ramah lingkungan atau organik, dengan memasukkan teknologi dalam menjalankannya. Tujuannya adalah ingin membantu petani agar kehidupannya lebih sejahtera. 

Aktivitasnya saat ini yakni selain menjadi mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir,  ia juga menjadi Wakil Presiden BEM Universitas Jambi.

Disalin seutuhnya dari http://jambi.tribunnews.com

Saturday 8 September 2018

Nafsu itu apa sih

NAFSU YANG LIAR
Oleh : Yafi Al-Muhklasin

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, berbeda dengan malaikat-Nya yang tidak sepenuhnya diberikan akal dan nafsu. Manusia terpilih menjadi Khalifah di muka bumi yang ditandai dengan diturunkannya Nabi Adam a.s.. Begitu mulianya manusia sebagai makhluk Tuhan. 

Dengan kemuliaan seperti itu, mengapa diri ini tidak dapat menjadikan kemuliaannya untuk lebih mendekatkan kepada Tuhan. Seharusnya ketaatan manusia dapat melebihi ketaatan Malaikat kepada-Nya.

Liarnya natsu menjadi penyebab utama manusia semakin menjauh kepada Tuhannya. Liarnya nafsu yang menjadikan akal kehilangan kewarasannya. Liarnya nafsu yang menjadikan hati ini menjadi gelap. Liarnya nafsu yang menjadikan jasad menjadi berat. Liarnya nafsu yang menjadikan dosa berlipat-lipat. Liarnya nafsu yang menjadikan hidup tidak bermanfaat.

Memang nafsu tidak dapat hilang dari raga ini, tetapi fungsi akallah yang satu-satunya menjadi obat pengendaliannya. Semakin banyak kesadaran akal yang dilakukan, semakin jinak nafsu yang menguasai manusia.

Nafsu yang terkendali dengan sempurna akan memengaruhi tingkat ketaatan kepada Tuhan. Bahkan dapat mengalahkan ketaatan Malaikat kepada-Nya.

Friday 7 September 2018

Pendaftaran Beasiswa Bidikmisi IAIN KEDIRI


Pengumuman Beasiswa Bidik Misi/UKT 1 2018/2019


Institut Agama Islam Negeri Kediri menerima pendaftaran calon peserta beasiswa bidik bisi/UKT 1 Tahun 2018, dengan persyaratan sebagai berikut:
A. Syarat Pendaftaran
  1.  Mahasiswa aktif IAIN Kediri Angkatan 2018
  2. Usia paling tinggi 21 tahun pada saat melakukan pendaftaran
  3. Bersedia tinggal di pondok pesantren yang sudah ditentukan oleh pengelola bidik misi dalam jangka waktu tertentu. (Bagi yang diterima bidik misi)
  4. Tidak mampu secara ekonomi, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Pendaftaran kotor gabungan orang tua/wali sebesar Rp. 3000.000,- setiap bulan. Pendapatan yang dimaksud meliputi seluruh penghasilan yang diperoleh. Untuk pekerjaan formal/non formal, pendapatan yang dimaksud adalah penghasilan setiap bulan dalam satu tahun terakhir.
    2. Pendapatan kotor gabungan orang tua/wali apabila dibagi jumlah anggota keluarga sebesar-besarnya Rp. 750.000,- setiap bulannya
  5. pendidikan orang tua/wali setinggi-tingginya S.1 atau Diploma 4
Untuk pengumuman lebih detail silahkan download pengumuman resminya di sini. https://iainkediri.ac.id/pengumuman-beasiswa-bidik-misi-ukt-1-2018-2019/
Itu tadi adalah link untuk pendafataran yang resmi dari kampus langsung.